FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Beredar informasi tentang delapan perusahaan yang disebut-sebut ikut terseret dalam kasus impor gula yang melibatkan Tom Lembong.
Selain itu, permintaan dari Koperasi TNI-Polri juga turut disebutkan dalam daftar yang beredar di media sosial.
“Yang jelas menerima aliran dana 400 Miliar itu di antaranya, Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian, Inkop Kartika, Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit – SKKP TNI POLRI dan …. perusahaan TW (nama yang gak boleh disebut),” tulis akun bercentang biru @BosPurwa di media sosial X, sembari membagikan sumber data temuannya.
Dalam daftar tersebut, disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak langsung mendapatkan penugasan dari Menteri Perdagangan.
Melainkan terkait dengan permintaan koperasi seperti Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian, Inkop Kartika, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri (SKKP TNI-Polri).
Setiap perusahaan mendapatkan alokasi gula yang berbeda-beda, dengan total keseluruhan mencapai lebih dari 500 ribu ton.
Misalnya, PT Berkah Manis Makmur mendapatkan alokasi 20 ribu ton, PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar 17,5 ribu ton, dan PT Medan Sugar Industry dengan alokasi terbesar, yaitu 50 ribu ton.
Inkoppol juga memiliki subperusahaan, seperti PT Angels Product, yang menerima tambahan alokasi sebanyak 105 ribu dan 157 ribu ton.
Sementara itu, kebutuhan gula untuk SKKP TNI dilaporkan dipenuhi oleh PT Berkah Manis Makmur, yang memperoleh alokasi sebesar 20 ribu ton, dan untuk kebutuhan Puskoppol, PT Andika Gemilang mendapat alokasi sebesar 30 ribu ton.
Jumlah total dari distribusi gula ini mencapai sekitar 512,5 ribu ton.
Data juga menyebutkan tentang tambahan alokasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) pada tahun 2016, yang dilakukan oleh sembilan perusahaan lain.
Dalam daftar tersebut, PT Angels Product tercatat sebagai importir dengan volume terbesar, yakni sekitar 282,5 ribu ton, diikuti oleh PT Medan Sugar Industry dengan alokasi sebesar 50 ribu ton.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pihaknya saat ini masih memusatkan penyelidikan pada kasus dugaan korupsi impor gula untuk periode 2015-2016.
Qohar menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan Kejaksaan Agung akan memeriksa mantan pejabat Kementerian Perdagangan lainnya yang diduga terlibat dalam kasus serupa.
“Kami fokus pada (Mendag periode) 2015-2016. Nanti, tidak menutup kemungkinan seiring waktu kami akan menuju ke sana (calon tersangka baru), sabar,” kata Abdul, di Kejagung pada Kamis (31/10/2024) kemarin.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar menilai, Kejaksaan Agung keliru menetapkan Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) sebagai tersangka atas kasus korupsi impor gula.
“Jika alasannya kejaksaan menerapkan dan menangkap Tom Lembong itu karena kebijakannya, ya karena memberikan perizinan atau kebijakan mengenai apa dan sebagainya ya, maka menurut saya Kejaksaan ini keliru, karena apa, karena kebijakan itu tidak bisa dikriminalkan,” ujar Abdul Fickar merespons penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula, Rabu (30/10/2024).
“Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan gitu, kebijakan itu adalah konsekuensi dari satu jabatan gitu, ya kalau ini terus berlanjut, seperti ini bekas menteri, bekas Dirjen iya, karena kebijakannya kemudian dipidanakan orang, nggak akan lagi mau jadi pejabat publik,” sambungnya, menegaskan.
Menurut Abdul Fickar, kasus yang dihadapi Tom Lembong harus menjadi pelajaran bagi semua pihak.
“Saya kira ini pelajaran yang menarik ke depan, itu enggak bisa sembarangan kejaksaan menetapkan orang, apa bekas pejabat publik itu ya karena kebijakannya, kemudian dia kriminalkan atau dipidanakan,” ujar Abdul Fickar.
“Kecuali, nah ada kecualinya, memang kecuali bisa dibuktikan bahwa dari kebijakannya itu dia mendapatkan sesuatu, mendapatkan uang umpamanya atau materi lain, ya nah itu kan jelas artinya kebijakan itu didasari oleh motif yang lain, ekonomi motif untuk mencari uang dan sebagainya,” sambungnya.
Ada pun, hingga saat ini, Kejagung belum mengantongi bukti apa pun terkait adanya aliran dana ke Tom Lembong. Kasus ini pun dinilai sarat dengan muatan politis.
“Kalau kita mengaitkan dengan aktivitas politik Tom Lembong maka mau tidak mau kita patut curiga bahwa ini adalah sebuah persekusi politik. Rejim Jokowi dan sekarang Prabowo yang berkuasa sekarang ini memang berusaha untuk mengenyahkan kekuatan Anies Baswedan dan kelompoknya. Karena kekuatan inilah yang mampu menjadi oposisi di Indonesia saat ini,” ujar peneliti ISEAS, Made Supriatma di akun Facebooknya. (Muhsin/Fajar)