AYOBOGOR.COM— Rabiul Awal adalah bulan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Kelahiran ini pun diperingati sebagian besar Umat Islam di seluruh dunia. Apakah peringatan dan perayaan Maulid Nabi SAW hanya pada 12 Rabiul Awal? Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozoin, menjelaskan peringatan Maulid Nabi SAW tak hanya terbatas 12 Rabiul Awal. “Boleh dilakukan sebelumnya atau sesudahnya. Dan ini sudah berlaku lama di Mesir, seperti yang disampaikan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar,” kata dia, sebagaimana dikutip Republika.co.id, Minggu (16/10/2022) dalam akun resminya. Kiai Ma’ruf pun memaparkan data sejarah pelaksanaan Maulid Nabi SAW: Pertama, Maulid Malam Pertama Rabiul Awal وخرج السلطان في رابع ربيع الأول بالعسكر بعد أن عمل المولد النبوي في أول ليلة من ربيع الأول
“Sultan keluar di hari keempat Rabiul Awal bersama prajurit setelah melakukan maulid Nabi di awal malam Rabiul Awal.” (Inba’ Al-Ghumr bi Abna’ Al-Umr, 1/367) Kedua, Maulid 7 Rabiul Awal وفي يوم الخميس السابع من ربيع الأول عمل المولد النبوي وابتدأوا به من بعد الخدمة، ومد السماط بعد صلاة العصر وفرغ بين العشاءين، وكانت العادة أن يبدأ بعد الظهر ويمد السماط المغرب ويفرغ عند ثلث الليل. “Pada hari Kamis 7 Rabiul Awal dilaksanakan Maulid Nabi. Mereka mengawali setelah kerja dan makanan disajikan setelah Ashar, baru selesai di antara Maghrib dan Isyak. Biasanya Maulid dimulai setelah zuhur, makanan dihidangkan setelah Maghrib dan selesai di sepertiga malam.” (Inba’ Al-Ghumr bi Abna’ Al-Umr, 2/38) Ketiga, Maulid 8 Rabiul Awal وعمل السلطان المولد في ليلة الجمعة ثامن شهر ربيع الأول. “Sultan mengadakan Maulid di malam ke 8 dari Rabiul Awal.” (Inba’ Al-Ghumr bi Abna’ Al-Umr, 1/184) . Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian Keempat Maulid 28 Rabiul Awal وفي ليلة الجمعة الاثمن والعشرين منه عمل المولد النبوي وحضر الامراء والأعيان والقراء على العادة. “Pada malam Jumat 28 Rabiul Awal dilaksanakan Maulid Nabi, dihadiri para pemimpin, para tokoh dan ahli qiraah seperti biasanya.” (Inba’ Al-Ghumr bi Abna’ Al-Umr, 2/151) Kajian klasik Sementara itu, Salah satu ulama yang membahas hal ihwal Maulid Nabi SAW adalah Imam As Suyuthi. Dia mengarang kitab Husnul Muqshid Fi Amalil Maulid, yang kini sudah diterjemahkan menjadi buku berjudul Tujuan Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW . Imam As Suyuthi dalam karyanya itu, banyak mengungkapkan dalil-dalil bantahan kepada mereka yang anti maulid. Pada bagian ini, Imam As Suyuthi secara khusus membahas tentang pendapat Syekh Tajuddin Umar bin Ali Al-Lakhmi as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan al-Fakihani. Al-Fakihani merupakan ulama dari kalangan Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa amaliah Maulid Nabi adalah bidah yang tercela.
Bahkan, ia mengarang kitab berjudul Al-Maulid fil Kalam al Amalil Maulid. Dalam buku ini, cukup panjang Imam As Suyuthi mengungkapkan pendapat Imam al-Fakihani tentang Maulid Nabi. Imam al-Fakihani berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi SAW belum ia ketahui dalilnya sama sekali, baik di dalam Alquran maupun hadits. Bahkan, ia menyebut maulid ini adalah bidah yang diada-adakan orang-orang yang berbuat salah dan bernafsu-syahwat terhadap makanan. Dalam merespons hal itu, Imam As Suyuthi menyampaikan bahwa tidak adanya pengetahuan (tidak tahu) itu bukan berarti selalu berimplikasi pada tidak adanya dalil. Padahal, menurut dia, pimpinan ahli hadits, yaitu al-Hafidz Abul Fadhl Ibnu Hajar telah mengeluarkan hadis tentang dalil Maulid Nabi saw. Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim yang berisi tentang Nabi SAW yang menanyai alasan orang Yahudi yang berpuasa di hari Asyura. Jawaban Yahudi adalah karena sebagai bentuk syukur atas ditenggelamkannya Firaun pada hari itu, sehingga Nabi Musa AS pun selamat dari kejarannya. Oleh karena itu, Nabi SAW juga menyuruh umatnya agar juga berpuasa di hari Asyura dan sekaligus hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharram) sebagai pembeda dengan kaum Yahudi. Hadits ini menjadi dalil bahwa bentuk syukur itu bisa diekspresikan dikarenakan atas anugerah Allah SWT berupa diberikannya nikmat atau dihindarkan dari bencana. . Pengakuan Mengharukan di Balik Islamnya Sang Diva Tere di Usia Dewasa Sementara, nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri adalah lahirnya Nabi Muhammad SAW. Maka, orang yang tidak mau memperhatikan hal ini, pasti ia tidak akan memperdulikan perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam buku ini, Imam As Suyuthi juga menjelaskan panjang lebar tentang bid’ah. Dia mengupas tentang bidah berdasarkan pendapat para ulama yang mendahuluinya. Setelah menjelaskan tentang bidah, As Suyuthi juga menambahkan pembahasan tentang Maulid Nabi. Imam As Suyuthi cukup banyak memaparkan argument para ulama lain seputar disyariatkannya maulid. Di antara ulama yang dia kutip adalah Imam Ibnu Hajar, Ibnul Jazari dalam Arfut Ta’rif bil Maulid as-Syarif dan Imam Syamsuddin Ad-Dimasyqi dalam kitabnya Maurid as-Shadi fi Maulid al-Hadi.