Reporter:
Afdal Namakule|
Editor:
Afdal Namakule|
Kamis 13-10-2022,12:49 WIB
Ukraina mendapat invasi dari Rusia sejak Februari lalu. —
JAKARTA, FIN.CO.ID- Lumpuhnya tank-tank kavaleri dalam perang Azerbaijan vs Armenia dan Ukraina vs Rusia akibat penggunaan drone tempur menimbulkan pertanyaan tentang relevansi satuan kavaleri dalam perang moderen.
CEO Romeo Strategic Consulting M. Iftitah Sulaiman menegaskan satuan kavaleri masih relevan.
“Meski drone di Ukraina sukses menghajar lebih dari 2.435 tank rusia, tetapi kehadiran drone tidak serta merta meniadakan satuan lain. Tidak mungkin juga meniadakan Satuan Kavaleri,” kata Iftitah, Kamis 13 Oktober 2022.
Ia juga menekankan bahwa pasukan Kavaleri adalah satuan manuver, atau pasukan darat (ground forces).
Sementara drone adalah komponen pertempuran udara (airland battle). Untuk menduduki dan menguasai suatu wilayah daratan, tentu yang dibutuhkan adalah pasukan darat.
Di samping itu, lanjut Iftitah, tidak semua negara memiliki kecanggihan drone. Senjata drone dan anti drone juga masih barang mahal. Kemampuan SDM untuk mengendalikan drone pun, katanya, memiliki tantangan yang tidak mudah.
BACA JUGA:Salah Perhitungan, Pasukan Rusia Kehabisan Senjata dan Amunisi di Ukraina
BACA JUGA:Kecam Serangan Rusia, Joe Biden Janji Sediakan Lebih Banyak Senjata Canggih untuk Ukraina
Peraih Adhi Makayasa dan lulusan terbaik Akademi Militer 1999 ini juga mengajak untuk belajar dari masa lalu.
Kehadiran Tank, kata Iftitah, tidak lantas meniadakan kehadiran pasukan berkuda. Untuk jalan-jalan sempit dan tertutup, kehadiran pasukan berkuda tetap dibutuhkan. Jadi kehadiran teknologi, sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan.
Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan bahwa kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun.
Ia mencermati fighting spirit Ukraina sangat besar. Rusia kalah jauh. Banyak warga dan pemuda Rusia yang kabur dari kewajiban berperang.
Bahkan Iftitah mencermati adanya jenderal- jenderal tua Rusia yang telah purnawirawan, harus diaktifkan lagi, karena tidak ada yang mau bertempur di Ukraina.
Berbeda dengan Rusia, kata Iftitah, warga Ukraina merelakan dirinya untuk ikut wajib militer membela negaranya.
Sumber: