JawaPos.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) membeberkan urgensi pembentukan Undang-undang (UU) Profesi Penilai. Menurut Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban, saat ini hanya Indonesia yang belum memiliki UU Profesi Penilai di kawasan Asia.
Menurutnya, UU Profesi Penilai penting dibuat sebab kehadirannya dapat mendukung pembentukan pusat data transaksi properti. “Kita akan mendorong profesi penilai ini memiliki Undang-undang. Tentu kita akan memiliki aturan dan proses karena ini harus masuk di program legislasi nasional,” kata Rionald dalam Media Briefing beberapa waktu lalu, dikutip Minggu (16/10).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penilaian DJKN Arik Haryono, menjelaskan pentingnya Indonesia untuk membuat UU Penilai karena aturan tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 tahun 2022 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Kenapa penting? Karena sampai dengan hari ini kita ada beberapa metode penilaian internasional. Pertama bagaimana mendapatkan komparasi properti sejenis. Contoh sebuah rumah dan mobil yang banyak transaksi di pasar, berapa akan diterima di pasar,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, hingga saat ini total jumlah penilai di Indonesia mencapai 1.579 orang. Jumlah itu terdiri dari 521 penilai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), 276 penilai DJKN, 26 penilai pemerintah daerah (pemda), dan 782 penilai publik.
Menurutnya, penilai berperan strategis dalam proses pengelolaan aset secara optimal dengan penyediaan opini nilai yang selanjutnya menjadi acuan dalam kegiatan transaksi jual beli aset. Selain itu, penilai mendukung penyajian neraca dalam nilai wajar sehingga mendukung tata kelola yang baik bagi institusi pemerintah maupun privat.
“Bahkan, penilai juga dapat berperan dalam mendukung optimalisasi aset strategis, misalnya dalam hal penyediaan infrastruktur yang dengan mekanisme kerja sama antara pemerintah dengan swasta,” ungkapnya.
Sementara pada perbankan, opini nilai atas aset agunan kreditur bisa menjadi pertimbangan untuk pemberian plafon pinjaman sehingga memitigasi kredit macet. Lebih lanjut, ia mengatakan dengan UU Profesi Penilaian, transparansi transaksi melalui properti lewat peran penilai bisa meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
Sebab, lanjutnya, penerimaan negara bukan hanya berasal dari sektor pajak saja, namun juga akan melibatkan banyak kegiatan masyarakat. Bahkan lebih jauh, UU Profesi Penilai juga dinilai penting dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat, bahkan dapat mendukung upaya pencegahan krisis ekonomi.
“Negara harus hadir memberikan payung hukum dan kepastian hukum sehingga penerimaan pajak akan optimal,” pungkasnya.
Editor : Estu Suryowati Reporter : R. Nurul Fitriana Putri