FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah membentuk tim untuk menyelidiki kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak-anak.
Sebelumnya lebih 100 anak terkena gangguan ginjal akut yang tidak diketahui pasti penyebabnya.
Informasi tambahan gejala awal penyakit ini mirip seperti Flu yakni batuk, pilek, demam kadang disertai muntah. Tiga sampai lima hari produksi air seni penderita semakin berkurang bahkan tidak ada.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan ada tiga tahapan yang sedang diteliti oleh tim yang dibentuk.
Pertama adalah secara epidemilogis, kedua menentukan penyebab dan tata laksana perawatannya.
“Pertama, secara epidemiologis yang kedua kita lihat penyebabnya apa? Apakah itu bakteri, apa itu atau salah jalan dan yang ketiga tata laksana perawatan ini seperti apa?,” Kata Budi kepada fajar.co.id di Graha Pertamina, Sabtu (16/10/2022).
Secara Epidemiologis Pemerintah masih berkoordinasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang tengah melakukan investigasi terkait kasus yang serupa dengan di Gambia, Afrika Barat.
Sebagai tambahan epidemiologi merupakan salah-satu cabang ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit atau peristiwa yang berhubungan dengan kesehatan.
Ilmu ini meneliti bersama faktor yang bisa memberi pengaruh peristiwa tersebut serta cara mengendalikannya. Epidemiologi ini juga digunakan untuk mengetahui pola penyebaran corona virus.
Tahap kedua adalah menentukan penyebab terjadinya penyakit misterius ini. Budi mengatakan bahwa penyakit ini menyerang ginjal.
“Tahap yang kedua. Semenjak epidemiologi
Yang kita melihat penyakit ini menyerangnya ke ginjal itu penyebabnya apa? Apakah ini bakteri? Apakah ini virus? Apakah ini parasit atau patogen-patogen lainnya atau gara gara memang obat obatan yang eksesif atau karena keracunan. Salah satunya adalah dengan etilen glikol,” ungkap Budi.
Budi menjelaskan indikator di atas akan diteliti oleh tim. Namun, tidak serta merta dari itu saja, dia mengatakan bahwa panelnya harus dilengkapi terlebih belum diketahui penyebabnya.
“Tapi bukan hanya itu karena panelnya harus lengkap karena penyebabnya kan sampai sekarang masih dicari,” tambahnya.
Ketiga, adalah tata laksana atau cara perawatan pada saat di rumah sakit. Berkaca pada kasus covid yang bukan karena virus tetapi antibodi yang bereaksi berlebihan terhadap paru-paru.
“Dan yang ketiga kita lakukan adalah bagaimana cara merawatnya sudah masuk rumah sakit karena begitu sudah terkena. Mungkin penyebabnya bukan dari ginjalnya sama kayak covid,” kata Budi.
“Virus yang masuk lewat kerongkongan kemudian menyerang paru dan meninggalnya bukan gara gara virus meninggalnya adara antibodinya bereaksi berlebihan terhadap paru paru yang efektif,” lanjutnya.
Budi kemudian mengimbau agar masyarakat tidak terlalu buru-buru mengambil kesimpulan. Mengingat penyakit ini juga ditemukan di banyak negara.
“Masyarakat itu yang kita enggak boleh terlalu terburu buru ambil kesimpulan dengan cepat. Karena ini juga terjadi di beberapa negara lain. Bukan hanya di sana, terjadi juga di beberapa negara sehingga kita harus benar benar secara scientifik,” tutupnya. (Elva/Fajar).