Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, ‘badai besar’ akibat tekanan ekonomi dan geopolitik sudah mulai datang. Akibat ketidakpastian, hingga memicu sejumlah negara terbawa arus resesi dan antre jadi ‘pasien’ IMF.
Dan, Indonesia kini mulai terkena dampaknya. Setidaknya jika melihat kondisi industri alas kaki nasional sat ini.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengungkapkan, industri alas kaki di Tanah Air kini mulai menghadapi efek domino kondisi ekonomi global dan tren hiperinflasi.
–
–
“Padahal, industri ini merupakan bagian dari rantai pasok global. Kini mulai terjadi penurunan order yang signifikan,” kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/10/2022).
Bukan tidak mungkin, ujarnya, kondisi itu akan berdampak pada ketenagakerjaan di sektor alas kaki nasional.
“Penurunan order sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Memang, belum terlihat di data BPS. Karena memang data BPS terlambat 1 bulan. Ditambah, masih ada dampak dari keterlambatan proses produksi, penyimpanan di gudang, hingga gangguan jadwal kapal,” jelasnya.
“Seharusnya sih, pemerintah sudah bisa melihat kondisi ini dan segara bisa menerapkan early warning system (sistem peringatan dini). Toh, industri ini berorientasi ekspor dan hampir semua ada di kawasan berikat,” tambah Firman.
Karena itu, imbuh dia, pemerintah seharusnya sudah melihat gelagat gangguan yang terjadi di industri alas kaki nasional. Sebab, petugas Bea dan Cukai sudah tersebar di kawasan berikat.
“Seharusnya sudah ada datanya. Kita belum tahu ke depan bagaimana, tapi seperti kata Bapak presiden, kondisi gelap gulita. Dan, masa sulit sudah terjadi dari sekarang,” tukas Firman.
Karena itulah, lanjut dia, saat ini perusahaan pun tidak fokus untuk melakukan investasi maupun membahas soal kenaikan upah tahun 2023. Yang jelas, kata dia, semua sudah ada aturannya.
Namun, Firman enggan membenarkan potensi terjadinya gelombang PHK di sektor alas kaki nasional. Maupun, tren merumahkan karyawan karena penurunan produksi akibat pengurangan atau pembatalan order ekspor.
“Yang jelas semua jenis sepatu turun permintaannya. Terutama di AS dan Eropa yang memang terkena langsung masalah ekonomi global. Lalu, di pasar negara-negara mitra seperti Jepang, Korea, dan China. Semua turun ordernya, baik sport shoes maupun non-sport shoes,” kata dia.
Padahal, kata dia, industri alas kaki sudah sempat menikmati kinerja yang ciamik, bahkan sejak tahun 2020.
“Ekspor sejak tahun 2020 itu tumbuh bagus, 8,9%. Tahun 2021 tumbuh 23%, dan semester-I tahun 2022 performance kita cukup bagus. Dan ekspektasi kita, tahun 2024 itu ekspor bisa mencapai US$10 miliar, di mana tahun 2021 itu masih US$6,15 miliar,” katanya.
“Kita lihat kondisinya sampai tahun depan, apakah benar gelap gulita seperti kata Presiden. Jika iya, target itu akan sulit tercapai. Dan yang jelas, kita saat ini sudah nggak bicara ekspansi lagi, tapi bagaimana supaya tidak PHK,” pungkas Firman.
[-]
(dce/dce)