JawaPos.com- Temu nasional (Tunas) Jaringan GUSDURian di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, berakhir Minggu (16/10). Selain dihadiri ribuan pengagum dan sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari seluruh nusantara dan beragam kalangan, hadir pula sejumlah tokoh. Salah satu di antaranya KH Mustofa Bisri (Gus Mus).
Di hadapan peserta, pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin, Rembang, Jawa Tengah, itu memberi wejangan dan bertutur tentang kepribadian Gus Dur. Gus Mus bercerita, dulu Gus Dur pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta. Lalu, juga menjadi juri Festival Film Indonesia.
Tentu saja, keterlibatan Gus Dur yang merupakan kiai keturunan ulama besar di panggung kesenian seperti itu berbuah perdebatan. Gus Mus menceritakan, melihat langkah Gus Dur itu ada kiai yang protes. ‘’Kiai kok begitu? Malah ada yang mengistilahkan dewan kesenian itu dewan ketoprak. Kiai kok jadi pengurus ketoprak,’’ ungkapnya.
Namun, Gus Dur tetap bergeming. Tidak ada masalah dengan suara-suara di luar yang demikian itu. Menurut Gus Mus, cucu Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari itu tidak pernah melihat orang dari atributnya. ‘’Orang kok begitu, orang kok begitu. Semua orang. Beliau (Gus Dur, Red) itu memang lain,’’ kata Gus Mus.
Gus Dur, lanjut Gus Mus, istiqomah di dalam memegang persaudaraan kemanusiaan. Istiqomah di dalam berjuang. Istiqomah mengasihi orang lain. Dan, Gus Dur istiqomah belajar. ‘’Sampeyan harus belajar istiqomah. Untuk bisa istiqomah, jangan berlebih-lebihan dalam segala hal,’’ saran Gus Mus.
Gus Mus menegaskan, orang yang berlebih-lebihan dalam segala hal maka yakin tidak akan bisa istiqomah. Tidak bisa adil. Syarat adil dan istiqomah, terang Gus Mus, tidak berlebih-lebihan.
‘’Perhatikan Gus Dur selama ini. Memandang orang, sederhana saja. Sampai istana, juga sederhana saja. Tidak kemudian menjadi Presiden, terus top. Terus kabeh sak nisore. Biasa-biasa saja. Kathokan cekak (celana pendek, Red),’’ ungkapnya.
Kepada Jaringan GUSDURian, Gus Mus juga menyampaikan untuk tetap semangat. Namun, semangat yang tidak berlebih-lebihan. Termasuk istiqomah di dalam belajar. ‘’Kata Rasulullah SAW dan ini juga dipegang Gus Dur, orang itu akan tetap pandai, selama dia masih belajar. Begitu dia berhenti belajar dan merasa pandai, mulailah dia bodoh. Jadi, istiqomah dalam belajar. Ini yang saya peroleh dari Gus Dur,’’ cerita Gus Mus.
Pada saat haul pertama Gus Dur di Ciganjur, Gus Mus pernah menyatakan bahwa dirinya dengan Gus Dur itu hampir sama. Bedanya cuma satu. ‘’Bedanya apa? Gus Dur berani, saya tidak begitu berani. Kenapa Gus Dur berani dan kita tidak? Karena maqomnya Gus Dur yang dilihat hanya Allah SWT. Ini sudah pol. Gus Dur tidak takut sampeyan bully, sampeyan cemooh, apapun, asal Tuhan tidak memarahinya. Ini juga berat,’’ tegas Gus Mus.
Selain tausiyah Gus Mus, sejumlah kegiatan menarik mengisi Tunas GUSDURian yang berlangsung sejak Jumat (14/10) dan dibuka Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa itu. Sebut saja, orasi kebangsaan oleh Nyai Hj Shinta Nuriyah, istri Gus Dur. Lalu, puisi oleh penyair Si Celurit Emas Zawawi Imron, monolog puisi Inayah Wahid (putri Gus Dur), dialog keberagaman bersama mantan Menag RI Lukman Saifuddin, hingga kelas inspirasi.
Selain itu, ada juga pawai keberagamaan. Para peserta Tunas GUSDURian dari berbagai pelosok nusantara itu mengenakan pakaian daerah masing-masing. Kemudian berkeliling di kawasan Asrama Haji Sukolilo.
Juga, ada panggung hiburan dan konser toleransi. Bahkan, penampilan komika Yudith Ciphardian sukses mengocok perut peserta dan tokoh-tokoh yang hadir. Istri Gus Dur dan Gus Mus pun terlihat beberapa kali terpingkal-pingkal.