Foto: HarminantoSLEMAN – Kongres Wanita Indonesia (Kowani) menyayangkan pencabutan laporan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Lesti Kejora pada suaminya, Rizky Billar. Hal tersebut dikhawatirkan menjadi preseden buruk penanganan kasus kekerasan yang mana hampir selalu perempuan menjadi korbannya. Ketua Umum Kowani, Sri Woerjaningsih mengatakan penarikan laporan kekerasan yang dilakukan Lesti Kejora menjadi preseden buruk bagi perempuan. Pasalnya, saat ini di berbagai wilayah Indonesia masih banyak perempuan yang takut melaporkan kekerasan karena menilai hal tersebut sebagai aib keluarga. “Kita sudah mempunyai UU KDRT, Pornografi, Perlindungan anak dan lain-lain. Untuk apa UU itu dibuat kalau tidak ada tindakan hukum. Kemudian itu juga sudah merupakan kekerasan sampai perempuan itu dirawat di RS, korban fisik, korban psikis itu tentunya menjadi preseden buruk yang laki-laki bisa mengulangi lagi hal seperti itu. Justru itu kita tidak setuju dan menyayangkan bahwa ada pencabutan pelaporan sudah diketahui oleh semua masyarakat, semua publik ternyata ditarik lagi. Lalu apa artinya negara kita ini. Negara kita kan negara hukum harus di tindak secara hukum yang berlaku,” ungkapnya pada wartawan usai menghadiri Rakernas Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI) di Yogyakarta, Sabtu (15/10/2022). Kowani menurut Sri banyak menemui perempuan yang ketakutan melaporkan adanya KDRT pada pihak berwajib karena khawatir akan berpisah dengan suaminya dan tidak bisa merdeka secara ekonomi. Di sinilah Kowani mengatakan siap memberikan pendampingan bagi siapa saja yang menjadi korban kekerasan untuk bisa survive ke depan. “Banyak perempuan-perempuan yang mengalami KDRT tidak berani menyampaikan atau melaporkan kepada pihak yang berwajib maupun masyarakat karena masih merupakan suatu aib dan perempuan itu sendiri juga kemandiriannya khawatir, kan kalau melaporkan suaminya nanti masuk penjara, masuk tahanan kemudian tidak ada yang membiayai. Inilah mengapa perempuan harus bisa mandiri mencukupi ekonominya, bahkan dapat mendukung ekonomi keluarga, memiliki ketegasan, harus memperluas wawasan, harus selalu belajar, harus selalu menambah ilmu, harus selalu mengikuti informasi-informasi baik itu informal maupun informal juga sekolah pendidikan yang tertinggi. Kalau kita tidak bisa sekolah formal kita ikuti yang informal,” sambungnya. Di Indonesia Yayasan Hari Ibu sering mengadakan pelatihan-pelatihan kursus untuk meningkatkan kemampuan perempuan. Ketika perempuan berusaha meningkatkan ketrampilan, maka kemampuan mencari penghidupan akan bertambah dan tentu berdampak positif. “Perempuan harus bisa mandiri, dengan perempuan mandiri tentunya bisa tegas dan punya prinsip tidak terpengaruh dengan pihak manapun. Inilah yang kami lihat dari kasus Lesti Kejora ini. Kalau kita perempuan sudah melaporkan ya sudah diteruskan kepada pihak yang berwajib sampai mendapatkan hukuman yang setimpal,” pungkasnya. Kowani bersama Yayasan Hari Ibu meresmikan Indonesia Women Center di kompleks Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta sebagai ruang pendampingan bagi perempuan. Berbagai persoalan kini memang dihadapi perempuan dan membutuhkan kerja bersama untuk mengurai permasalahan tersebur. (Fxh)