Misteri Holding BUMN

Misteri Holding BUMN

17 November 2017, 18:35

Pemerintah berencana menggabung BUMN di bawah satu induk perusahaan berdasarkan sektor. Program ini memiliki kisah sukses, tetapi ada pula ancaman di balik rencana ini.

PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]emerintah kini tengah menggodok konsep holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di berbagai sektor. Nantinya BUMN akan digabungkan dalam satu induk perusahaan sesuai dengan sektornya masing-masing.
Sebagian besar rencana penggabungan BUMN dalam satu induk ini ditargetkan rampung pada tahun ini. Ada enam sektor BUMN yang ditargetkan yaitu yang bergerak di bidang jasa keuangan, jalan tol, energi, tambang, perumahan, dan sektor pangan.
Rencana pemerintah ini telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Landasan hukum ini tidak lagi dapat dibendung setelah upaya judicial review-nya dikandaskan Mahkamah Konstitusi.
Penggabungan perusahaan pelat merah ke dalam satu holding bukanlah praktik baru. Di negara-negara lain praktik ini tengah menjadi tren. Contoh sukses dapat dilihat pada kasus super holding di negara tetangga, misalnya Singapura dan Malaysia.
Langkah ini dinilai bermanfaat dalam beberapa hal, misalnya terkait kemudahan pengawasan dan kemampuan berkompetisi yang menjadi keunggulan dari penggabungan BUMN ini.
Meski begitu, rencana ini juga dikritik banyak pihak. Banyak pihak yang mengkhawatirkan kewibawaan bangsa ini terancam karena kehilangan aset-aset perusahaan pentingnya.
Menengok Praktik Holding BUMNPemerintah menyebut bahwa pembentukan holding BUMN sebagai sebuah keharusan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki struktur pemodalan BUMN. Rencana ini juga akan mengurangi suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang biasa diberikan kepada BUMN-BUMN.
Indonesia pernah melakukan praktik holding BUMN ini sebelumnya. Ada dua sektor yang telah dibuat holding yaitu pupuk melalui PT Pupuk Indonesia dan semen melalui PT Semen Indonesia. Langkah sukses di kedua sektor ini membuat pemerintah tidak ragu untuk merambah ke sektor lain.

Praktik ini juga lazim dilakukan di negara-negara lain. Banyak di antaranya berjalan sukses dan berkembang.
Salah satu negara yang dapat ditiru adalah Singapura. Singapura memiliki perusahaan holding besar yaitu Temasek Group. Temasek dapat digolongkan sebagai super holding company (SHC). Perusahaan ini mampu melakukan ekspansi bisnis yang luar biasa bahkan hingga merambah ke berbagai belahan dunia.
Kunci sukses model pengelolaan BUMN di Singapura adalah pembedaan yang jelas atas peran pemerintah dan Temasek sebagai operator bisnis. Peran pemerintah dibatasi hanya untuk menjadi regulator saja. Sementara itu untuk urusan pengelolaan bisnis sepenuhnya ada di tangan Temasek Group.
Praktik serupa dapat pula dilihat pada kasus Malaysia dengan Khazanah. Khazanah dapat mengembangkan bisnisnya  secara masif dan berkembang dengan baik.
Tata kelola Khazanah di Malaysia memiliki kemiripan dengan Temasek. CEO Khazanah bertanggung jawab secara langsung kepada Perdana Menteri. Pemerintah  bertugas sebagai regulator sementara Khazanah bertugas untuk mengembangkan bisnisnya secara luas.Besarnya aset di kedua perusahaan ini membuat keduanya telah menjadi perusahaan investasi yang tergolong pada Sovereign Wealth Funds (SWF). SWF merupakan kendaraan investasi milik pemerintah yang dioperasikan secara global dan berinvestasi pada banyak bidang seperti saham, properti, dan logam mulia.
Meski begitu, jika ingin benar-benar meniru holding seperti di Singapura dan Malaysia, maka langkah pemerintah Indonesia untuk menggabungkan BUMN secara sektoral tidak terlalu tepat. Praktik SHC seperti Temasek misalnya bentuknya lebih mendekati sistem konglomerasi.
Di dalam Temasek Group terdapat beberapa perusahaan tetapi tidak berada dalam satu sektor. Dalam perusahaan tersebut terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, energi, properti, telekomunikasi, dan bidang-bidang lainnya.
Manfaat Holding BUMN
Sebagaimana kasus di Singapura dan Malaysia, salah satu manfaat penggabungan BUMN adalah dalam hal pengembangan korporasi dan unsur kompetitifnya. Selain itu, perusahaan dapat mengembangkan potensinya sehingga dapat berkembang dengan baik.
Dengan adanya holding akan ada efisiensi terutama dalam hal koordinasi. Pembentukan holding akan memutus proses koordinasi internal BUMN yang terlampau panjang. Proses koordinasi inilah yang membuat BUMN kerap tidak kompetitif jika dibandingkan dengan swasta.

Ini 3 Manfaat Pembentukan Holding BUMN https://t.co/Qrww0xLQgv pic.twitter.com/zu6EBp7juH
— Liputan6.com (@liputan6dotcom) January 31, 2017

Penyatuan BUMN dalam satu holding juga diharapkan dapat membuat perusahaan dapat mengembangkan potensi masing-masing. BUMN diharapkan dapat bersaing bahkan hingga ke level dunia dan dapat setara dengan Temasek dan Khazanah.
Nantinya BUMN tidak perlu lagi mendapat bantuan dana dari pemerintah. BUMN tidak lagi memerlukan PMN yang berasal dari APBN. Dalam kurun waktu tertentu BUMN dapat benar-benar lepas dari suntikan dana pemerintah.
Berkurangnya ketergantungan modal dari pemerintah ini dapat membuat BUMN lebih leluasa mencari sumber pembiayaan lain. Ini dapat membantu meningkatkan permodalan.
Permodalan yang lebih besar membuat BUMN dapat berkontribusi bagi program pemerintah. Melalui modal besar maka BUMN dapat berkontribusi dalam proses pembangunan terutama infrastruktur.Aspek modal ini penting bagi sejumlah BUMN. Ada banyak perusahaan BUMN yang saat ini mengalami kekurangan modal. Melalui holding, perusahaan yang kekurangan bisa meminjam modal dan untuk pembayaran bunga dapat melalui mekanisme operasionalnya.
Ancaman di Balik Penggabungan
Meski memiliki beragam manfaat, ada ancaman di balik pembentukan holding BUMN sektoral ini. Kalangan pengusaha misalnya menyoroti kemungkinan timbulnya praktik monopoli dan kartelisasi.
Pembentukan holding ini bisa saja menjadi suatu kumpulan perusahaan sejenis yang melakukan tindakan bisnis bersama-sama dan mempengaruhi pasar. Hal ini dapat menjadi pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha yang tidak memberi toleransi terhadap BUMN.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengingatkan mengenai bahaya ini. Pasalnya berdasarkan UU tersebut pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar.

Holding BUMN Bisa Picu Persaingan Usaha Tidak Sehat https://t.co/y0rb9kmFjj
— KPPU_RI (@KPPU) August 22, 2016

Ada pula bahaya jika BUMN yang sehat digabungkan ke dalam satu perusahaan dengan BUMN yang kurang sehat. Pada proses ini maka pendanaan secara silang tidak dapat berjalan maksimal jika anak perusahaan di bawahnya banyak yang tidak sehat. Dalam hal ini perusahaan yang sehat terpaksa menanggung rugi.
Jika merujuk pada praktik di Malaysia dan Singapura, pembentukan holding berdasarkan sektor atau industri justru bertentangan dengan tujuan pembentukan holding. Model yang berlaku di kedua negara ini lebih mengarah kepada perusahaan investasi bukan hanya induk perusahaan.
Kedua perusahaan ini bisa menjadi besar karena bentuknya adalah perusahaan investasi. Keduanya tidak hanya membawahi banyak anak perusahaan tetapi juga gencar berinvestasi. Kegiatan investasi inilah yang membesarkan kedua perusahaan pelat merah ini.
Gangguan juga dapat muncul dari segi pasar modal. Dari keseluruhan perusahaan tentu ada yang statusnya telah menjadi perusahaan terbuka (Tbk). Oleh karena itu, perlu ada perlindungan terhadap investor terkait kebijakan holding BUMN ini.

Konsep Holding BUMN Berbahaya dan Menyesatkan https://t.co/nmkg4fe2Tc pic.twitter.com/a5uZJf9ggB
— Faisal Basri (@FaisalBasri) February 15, 2017

Potensi masalah dalam segi hukum juga akan terlihat pada status hukum BUMN. Pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa yang dikategorikan BUMN terbatas hanya pada perusahaan induk atau holding saja.
Pemerintah bisa saja nantinya mengubah status anak perusahaan tersebut menjadi BUMN. Akan tetapi pemerintah harus terlebih dahulu melakukan revisi terhadap UU BUMN.
Perubahan status kepada anak usaha ini dikhawatirkan oleh sejumlah kalangan. Beberapa pihak menduga langkah ini adalah praktik privatisasi terselebung. Terlebih PP No. 27 Tahun 2016 memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk membentuk holding tanpa persetujuan DPR. Sejatinya langkah privatisasi BUMN memerlukan persetujuan DPR terlebih dulu.
Ada kemungkinan bahwa pasca rencana ini lolos, sebagian aset dapat berpindah kepemilikan kepada swasta atau bahkan asing. Melalui pembentukan holding potensi penjualan saham kepada pihak asing menjadi lebih tinggi.
Menggabungkan BUMN ke dalam satu induk bukan merupakan langkah yang mudah. Ada sejumlah konsekuensi di balik langkah ini. Ada sejumlah aturan yang berpotensi dilanggar. Jika ingin meniru kisah sukses Singapura dan Malaysia, pemerintah perlu melakukan kajian yang serius.
Pembentukan holding jika merujuk ke negara tetangga idealnya tidak dilakukan secara sektoral. Penggabungan BUMN di bawah satu induk dilakukan berdasar kinerja. Hal ini perlu diperhatikan agar resep negeri jiran dapat ditiru dengan sukses. (Berbagai sumber/H33)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi