Suara.com – Pernahkah Anda mendengar istilah El Nino dan La Nina? Dua fenomena cuaca ini memiliki dampak signifikan terhadap kondisi iklim di Indonesia. Lalu apa perbedaan El Nino dan La Nina? Mari kita pelajari lebih dalam tentang kedua fenomena ini dan pengaruhnya terhadap kehidupan kita.
Mengutip situs resmi BMKG, Senin (4/11/2024), El Nino, yang dalam bahasa Spanyol berarti “anak laki-laki”, awalnya adalah istilah yang digunakan oleh nelayan Peru untuk menggambarkan arus laut hangat yang muncul menjelang Natal. Mereka menyebutnya “El Nino de Navidad”, mengacu pada kelahiran Kristus. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi perairan Peru dan Ekuador, tetapi juga menyebabkan pemanasan di Samudera Pasifik bagian timur hingga ke Pasifik tengah.
Berbeda dengan El Nino, La Nina ditandai dengan suhu permukaan laut yang lebih dingin dari normal di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Fenomena ini mempengaruhi sirkulasi Walker di atmosfer dan dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga dua tahun.
Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia
Baca Juga: Studi Adaptation Finance Disiapkan demi Atasi Perubahan Iklim
El Nino dan La Nina memberikan pengaruh yang kontras terhadap curah hujan di Indonesia. Selama La Nina, curah hujan cenderung meningkat, terutama pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) di sebagian besar wilayah Indonesia. Curah hujan juga lebih tinggi pada Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) di wilayah timur Indonesia.
Sebaliknya, El Nino biasanya menyebabkan penurunan curah hujan, terutama pada periode JJA dan SON di sebagian besar wilayah Indonesia. Fenomena ini bisa menimbulkan kekeringan yang parah, seperti yang terjadi pada tahun 1997, ketika banyak daerah di Indonesia mengalami penurunan curah hujan secara drastis.
El Nino Bikin Indonesia Tak Dapat Hujan?
Meskipun El Nino identik dengan penurunan curah hujan, bukan berarti hujan tidak akan terjadi sama sekali. Pada beberapa wilayah dan periode seperti DJF dan MAM, hujan masih mungkin terjadi meskipun dalam intensitas yang lebih rendah. Di beberapa wilayah, curah hujan dapat menurun lebih dari 40%, terutama di musim kemarau, tetapi tetap ada kemungkinan hujan, meskipun jumlahnya berkurang secara signifikan.
La Nina Bikin Tak Ada Musim Kemarau?
Baca Juga: Pangandaran Diguncang Gempa M 5.0, Getarannya Dirasakan hingga ke Sukabumi
Sementara itu, La Nina seringkali meningkatkan curah hujan hingga 20-40% pada periode JJA dan SON, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan musim kemarau. Musim kemarau pada saat La Nina disebut “kemarau basah” karena hujan tetap terjadi dalam jumlah lebih banyak dibanding tahun-tahun normal. Namun, beberapa wilayah barat Indonesia masih mengalami hujan intens pada musim DJF dan MAM.
Potensi Bencana Akibat El Nino dan La Nina
Fenomena El Nino dan La Nina membawa risiko bencana hidrometeorologi yang berbeda. Saat La Nina, peningkatan curah hujan meningkatkan risiko banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Sebaliknya, El Nino meningkatkan risiko kekeringan dan kebakaran hutan/lahan. Dampak kekeringan dapat mempengaruhi sektor pertanian dan ekonomi, terutama di wilayah yang rentan terhadap perubahan curah hujan.
Fenomena El Nino dan La Nina terus dipantau secara global karena pengaruhnya yang signifikan terhadap cuaca dan kehidupan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, memahami pola ini dapat membantu mempersiapkan masyarakat menghadapi dampaknya, baik di sektor pertanian, kesehatan, hingga mitigasi bencana.
Itulah perbedaan El Nino dan La Nina yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat!