Warta Ekonomi, Jakarta –
Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang mengatur penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek menuai kritik tajam karena dinilai melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta disinyalir sarat intervensi asing.
Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang memberikan hak kepada pemilik usaha untuk menampilkan logo, nama, atau simbol merek sebagai pembeda produk.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, menilai kebijakan ini mengesampingkan kepentingan pemilik merek untuk bersaing secara adil di pasar
. “Pelaku usaha tentu ingin menonjolkan keunikan mereknya dibanding pesaing. Namun, aturan ini justru menghapus identitas tersebut,” ujar Hikmahanto dalam diskusi media bertema “Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru” di Jakarta, 5 November 2024.
Baca Juga: Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Identitas Merek Tetap Dijalankan, Serikat Pekerja Tembakau Ungkap Kekecewaan pada Kemenkes
Lebih jauh, Hikmahanto mengungkapkan bahwa regulasi ini selaras dengan ketentuan dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), perjanjian internasional yang menekan negara-negara untuk menerapkan “plain packaging” pada produk rokok. Hikmahanto mengkritik kebijakan ini sebagai bentuk adopsi diam-diam dari ketentuan FCTC, yang seharusnya tidak diberlakukan di Indonesia mengingat negara belum meratifikasi konvensi tersebut.
“Indonesia telah memutuskan untuk tidak meratifikasi FCTC, namun aturan ini terkesan mengadopsi ketentuannya tanpa mempertimbangkan kedaulatan dan dampaknya pada ekonomi nasional,” kata Hikmahanto.
Baca Juga: Rancangan Permenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dinilai Bakal Perparah Gelombang PHK
Ia juga menyebut bahwa kebijakan serupa diadopsi oleh Australia, negara yang tidak memiliki ekosistem industri tembakau, berbeda dengan Indonesia yang bergantung pada sektor tersebut untuk pendapatan negara dan lapangan pekerjaan.
Menurutnya, penerapan aturan ini bertentangan dengan pandangan Presiden Prabowo Subianto yang menolak segala bentuk intervensi asing dalam kebijakan nasional. Hikmahanto menekankan, “Indonesia adalah negara besar yang harus mempertahankan kedaulatan dan membuat kebijakan terbaik untuk rakyatnya, bukan karena dorongan dari pihak luar.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.