Warta Ekonomi, Jakarta –
Pengusaha batu bara asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Baso Hasanuddin, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Glory Irfan Perkasa (GIP), dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Kamis (07/11/2024) oleh Frida Lumban Raja, Direktur Keuangan PT Anugerah Indoboemi Sejahtera (AGIS). Frida melaporkan Baso dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, M Mahfuz Abdullah dari Kantor Hukum M Mahfuz Abdullah & Associates.
Laporan ini terkait dugaan pengiriman bukti transfer palsu senilai Rp7,5 miliar yang dikirim Baso kepada PT AGIS. Diduga, transfer tersebut mengakibatkan kerugian bagi PT AGIS dan memengaruhi kelancaran transaksi jual beli batu bara antara kedua perusahaan.
Kuasa hukum pelapor, M Mahfuz Abdullah, menyatakan bahwa laporan ini telah diterima oleh SPKT Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi LP/B/6773/XI/2024/SKPT/POLDA METRO JAYA. Baso Hasanuddin dilaporkan atas dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 263 KUHP dan pemalsuan sesuai Pasal 378 KUHP.
M Mahfuz Abdullah, kuasa hukum dari Direktur Keuangan PT Anugerah Indoboemi Sejahtera (AGIS), Frida Lumban Raja, menyampaikan bahwa kliennya telah melaporkan BH, Direktur Utama PT Glory Irfan Perkasa (GIP), atas dugaan pengiriman bukti transfer palsu senilai Rp7,5 miliar.
“Karena setelah kami lakukan pengecekan di rekening klien kami, ternyata kiriman Rp7,5 miliar 5 Juli 2024 tidak ada tercatat. Sehingga klien kami sangat dirugikan,” kata M Mahfuz Abdullah kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
Menurut Mahfuz, PT AGIS dan PT GIP memiliki kontrak jual beli batu bara sebanyak 50 ribu metrik ton dengan total nilai Rp57,5 miliar, yang akan dibayarkan dalam empat tahap. Untuk tahap pertama, BH telah melakukan pembayaran sebesar Rp11,5 miliar atau 20 persen dari total nilai kontrak.
Baca Juga: Kemperindag Vietnam Surati Kementerian Bahlil Terkait Dugaan Kecurangan Bisnis Batu Bara
Namun, pada tahap kedua, yang seharusnya dibayar sebesar Rp13 miliar (30 persen dari nilai kontrak), BH hanya membayarkan Rp5,5 miliar. Selanjutnya, BH mengirimkan bukti transfer sebesar Rp7,5 miliar melalui pesan WhatsApp, yang kemudian diduga palsu setelah dicek pada rekening klien.
“Setelah kami lakukan pengecekan di rekening koran klien kami, ternyata transfer tersebut tidak ditemukan, kami menduga palsu,” kata Mahfuz.
Lebih lanjut, Mahfuz menuturkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat ke Kepala BNI Cabang A Yani Balikpapan untuk memeriksa keabsahan bukti transfer tersebut, yang menggunakan cap dan stempel validasi.
“Kami menyampaikan langsung surat itu kepada Pak Subhana, pimpinan BNI KCP A Yani Balikpapan, beliau sera langsung memastikan tidak ada transfer itu. Bisa saja rekayasa atau menggunakan foto transfer yang lama tapi diolah lagi. Hanya saja, surat resminya masih menunggu dari Tim Legal BNI Wilayah Banjarmasin,” tambah Mahfuz dengan panjang lebar.
Mahfuz berharap agar Polda Metro Jaya segera mengusut kasus ini untuk mencegah lebih banyak korban dari dugaan penggunaan bukti transfer palsu.
“Kami berharap begitu, orang dengan mudah mengirimkan bukti transfer palsu. Padahal ancaman pidananya sangat berat, masuk penipuan, pemalsuan, juga pelanggaran UU ITE,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.