FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Solidaritas Nasional Anti Korupsi dan Anti Makelar Kasus (SNAK MARKUS) semakin mengokohkan komitmennya dalam memberantas korupsi.
Organisasi ini secara tegas menyatakan dukungannya terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang dianggap memiliki visi besar dalam membersihkan Indonesia dari praktik korupsi.
Tim Hukum SNAK MARKUS, Jamal Kamaruddin, menilai bahwa pemerintahan Prabowo menghadirkan harapan baru bagi upaya pemberantasan korupsi.
Jamal menyoroti simbolisme di balik “Kabinet Merah Putih,” yang dibentuk Presiden Prabowo.
Menurutnya, nama kabinet ini bukan sekadar label, tetapi mengandung pesan yang mendalam.
“Merah melambangkan keberanian untuk mengambil tindakan tegas, sedangkan putih melambangkan kemurnian dan kebersihan, baik secara moral maupun etika,” ujar Jamal, Sabtu (9/11/2024).
Dikatakan Jamal, pesannya jelas, negara Indonesia harus bersih dari para koruptor, tanpa ada ruang untuk kompromi.
Jamal menambahkan, pihaknya menyambut baik berbagai langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam memberantas korupsi.
Jamal menekankan pentingnya memprioritaskan sektor-sektor strategis, seperti pendidikan, dalam agenda antikorupsi.
Ia menyoroti bahwa korupsi di sektor pendidikan tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak masa depan generasi penerus bangsa.
“Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, tetapi jika dikelola dengan cara yang korup, kekayaan ini tidak akan memberi manfaat bagi rakyat. Kita semua bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sumber daya ini dikelola dengan transparan,” cetusnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi adalah tugas bersama, yang membutuhkan peran aktif seluruh elemen masyarakat.
Sebagai bentuk nyata dari komitmennya, ia baru-baru ini mengambil langkah hukum dengan menggugat penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi di sektor pendidikan.
Kasus ini melibatkan Direktur CV. Istana Ilmu berinisial SA, terkait proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo pada tahun anggaran 2011. Dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1,1 miliar.
Namun, pada 2017, penyidikan kasus tersebut dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan alasan kurangnya bukti.
Keputusan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk SNAK MARKUS, yang menilai penghentian penyidikan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami menemukan sejumlah kejanggalan dalam penghentian kasus ini. Mengingat besarnya nilai kerugian negara, penghentian penyidikan ini sangat tidak masuk akal,” tegas Jamal.
Blak-blakan, Jamal menjelaskan bahwa ia telah membawa kasus ini kembali ke Pengadilan Negeri Makassar pada 8 November 2024.
Mereka mendesak agar penyelidikan dilanjutkan dan penyebab penghentian penyidikan dipertanggungjawabkan.
Di tempat yang sama, Ketua SNAK MARKUS, Syamsul Syam, juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan penghentian kasus tersebut.
Ia mengatakan bahwa Inspektorat Daerah Kabupaten Wajo sebelumnya telah memeriksa 20 saksi terkait dugaan korupsi tersebut.
“Proses penyelidikan telah berjalan cukup jauh, bahkan melibatkan banyak saksi. Tapi tiba-tiba, pada tahun 2017, kasus ini dihentikan tanpa penjelasan yang memadai. Ini mencurigakan dan kami menduga ada kepentingan tertentu di balik keputusan ini,” ujar Syamsul.
Syamsul menegaskan bahwa berdasarkan temuan mereka, sudah ada cukup bukti untuk melanjutkan kasus ini. Ia menyebut bahwa penghentian penyidikan hanya akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
“Kami menduga ada permainan di balik penghentian penyidikan ini. Jika tidak ditindaklanjuti, ini akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kami mendesak Kejaksaan untuk membuka kembali kasus ini dan menuntaskan proses hukumnya,” tambah Syamsul.
Di tengah berbagai tantangan, ia tetap menyuarakan dukungannya terhadap Presiden Prabowo Subianto.
Mereka percaya bahwa pemerintahan saat ini memiliki kapasitas untuk menghadirkan perubahan besar, khususnya dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
(Muhsin/fajar)