Hari ini Pak Fahri Hamzah mengeluarkan kicauan bahwa posisi Pansus angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lebih besar dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Yah, pak Fahri jangan ngawur dong!
PinterPolitik.com
Saya ngak habis pikir dengan bapak yang satu ini, katanya wakil ketua DPR bidang kesejahteraan rakyat, kok malah ngurusin politik. Bukannya ngurusin kepentingan masyarakat, malah jadi tukang kritik pemerintah. Pantas aja, sering kena bully di medsos mungkin karena ia buli (buta-tuli) dengan kemiskinan masyarakat.
Fahri Hamzah: Pansus angket DPR lebih tinggi dari KPK dan Polri https://t.co/rs57pQFk9r
— jamie (@tints_jamie) September 27, 2017
Si bapak ini kayaknya suka bikin pernyataan yang offside untuk menjelek-jelekkan kinerja pemerintah. Tukang kritik tapi tak mau dikritik, pantas aja ditendang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tapi kok masih betah-betah aja duduk di kursi empuk DPR?
Kalau sampeyan wakil rakyat yang baik, jangan cuma omdo (omong doang) tapi harus omdando (omong dan do = lakukan), bila perlu kasih teladan yang benar. Jangan cuma dikenal dengan komentar nyentrik terhadap pemerintah tapi juga harus strict dengan korupsi di Indonesia. Tapi kayaknya bapak tidak mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. Kemarin aja dalam sidang paripurna DPR, ia kelihatannya berusaha menghalang-halangi kerja KPK dengan mengijinkan agar masa kerja pansus angket DPR diperpanjang. Keputusan yang dibuatnya juga kontroversial karena memang mengabaikan saran dari pihak-pihak yang menolak perpanjangan kerja pansus angket DPR.
Sekarang malah bikin pernyataan kontroversial yang bikin telinga terbakar. Masa pansus angket DPR dianggap lebih tinggi dari KPK dan Polri? Lu yang benar aja pak Fahri, jangan bikin saya ngakak. Jelas-jelas kehadiran pansus hanya bikin kerja KPK untuk mengusut korupsi besar semisal BLBI dan e-KTP terhambat, kok anda malah mendukung kerja pansus untuk tetap berlanjut. Kalau ente keukeh dengan kicauan bahwa pansus angket dibentuk berdasarkan landasan pasal 20A ayat 2 UUD 1945, saya pikir ente sudah salah tafsir. Kalau memang pembentukkan pansus angket harus lewat persetujuan DPR dan presiden, mengapa kemaren ente ngak ngundang pakde Joko? Kok ente malah bikin keputusan sendiri berlagak kayak ketua DPR dan Presiden, ketuk palu sebelum semua selesai bicara. Satu kata untuk anda, TERLALU. Mungkin saja anda punya kepentingan tertentu di sana, aku ra urus takut salah nuduh. Kayaknya bapak kurang konsentrasi sehingga logika berpikir mandek, mau aqua atau mizone Pak? (K-32)