FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial sekaligus dokter, Tifauzia Tyassuma, mengkritik rencana program makan siang gratis untuk siswa di Indonesia yang akan didanai oleh pemerintah China.
Dalam unggahannya, Tifa menilai langkah tersebut menunjukkan ketergantungan Indonesia pada utang asing.
“Seperti Indonesia miskiin banget,” ujar Tifa dalam keterangannya di aplikasi X @DokterTifa (12/11/2024).
Ia tidak habis pikir jika untuk kebutuhan makan sehari-hari, harus mengutang terlebih dahulu kepada tetangga.
“Sampai mau kasih makan anak, ngutang tetangga dulu,” sebutnya.
Ia menambahkan bahwa pendanaan ini berasal dari pihak yang ia sebut sebagai rentenir.
“Padahal ini bukan tetangga biasa, tapi rentenir,” Tifa menuturkan.
Tidak kemudian mempertanyakan pandangan para guru yang terlibat dalam program tersebut.
Ia mengajak publik untuk merenungkan dampak psikologis dan moral dari kebijakan ini
“Saya ingin tahu, apa yang ada di pikiran bapak dan ibu guru yang ada di foto itu, kalau anak-anak muridnya mau dikasih makan gratis dengan duit hasil utang,” kuncinya.
Sebelumnya diketahui, Pemerintah China secara resmi mendukung pendanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Dukungan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan dengan Prabowo.
Nota kesepahaman (MoU) mengenai pendanaan program ini ditandatangani oleh kedua negara dengan judul Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia.
MoU tersebut bertujuan untuk mendukung peningkatan gizi anak-anak dan ibu hamil di Indonesia.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu janji kampanye Prabowo pada Pilpres 2024.
Melalui program ini, pemerintah berencana menyediakan makanan bergizi gratis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil.
Pelaksanaan program ini akan dilakukan secara bertahap dengan target ambisius mencapai 82,9 juta anak. Anggaran total yang dibutuhkan mencapai Rp400 triliun per tahun.
Pada tahap awal yang direncanakan mulai awal 2025, pemerintah mengalokasikan Rp71 triliun untuk menjangkau 3 juta anak penerima manfaat.
(Muhsin/fajar)