TEMPO.CO, Jakarta – Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menaikkan perkara dugaan korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat ke tahap penyidikan.”Pada hari Selasa tanggal 5 November 2024, Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri meningkatkan status penyelidikan kepada penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan PLTU 1 Kalimantan barat,” ujar Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Komisaris Besar Arief Adiharsa, Rabu, 6 November 2024Arief menjelaskan tindak pidana ini terjadi pada 2008-2018. Polisi menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Menurut Arief, polisi menemukan adanya tindakan melawan hukum sehingga pembangunannya mangkrak sejak 2016. Padahal pembangunannya telah diberi perpanjangan waktu melalui amandemen kontrak sebanyak 10 kali sejak 2016. Dugaan korupsi itu bermula dari adanya lelang pembangunan pada 2018 dengan sumber anggaran dari PT PLN (Persero) yang berasal dari pembiayaan kredit komersial. “KSO BRN sebagai pihak yang ditunjuk pemenang lelang tidak memenuhi persyaratan,” kata Arief.Hasil penyelidikan sebelumnya mendaptkan jika KSO BRN tidak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 Megawatt. Di tengah perjalanan, OJSC Power Machines, perusahaan yang berpengalaman membangun pembangkit tenaga uap kemudian dilibatkan. Selain itu, Arief mengatakan, KSO BRN tidak menyerahkan laporan keuangan 2007. Akumulasi laba bersih konsorsium laporan keuangan 2006 juga tidak memenuhi persyaratan, yakni senilai Rp 7 miliar. Penandatanganan kontrak antara Dirut PT BRN dan Dirut PT PLN dilakukan Pada 11 Juni 2009 dengan nilai kontrak US$ 80 juta dan Rp 507 Miliar. Setelah kontrak ditandatangani, PT BRN diketahui mengalihkan seluruh pekerjaan proyek ke pihak ketiga, yakni: PT PI dan QJPSE (perusahaan asal Tiongkok).Dalam proses pengerjaan oleh pihak ketiga tersebut, pembangunan mangkrak. “Dari hitungan BPK indikasi kerugian negara kurang lebih US$ 62,410 juta dan Rp 323 miliar. Penyidik Bareskrim juga mengendus adanya dugaan suap dalam proses pengerjaannya. ”