Sabtu, 16 November 2024 – 17:00 WIB Pengasuh Pondok Pesantren dan Rumah Kebudayaan Wongsorogo, Kiai Paox Iben dalam orasinya saat peringatan Hari Wayang. Foto dok. Rumah Kebudayaan jpnn.com, JAKARTA – Ki Dalang Sujiwo Tejo menyuguhkan pertunjukan wayang kulit berjudul ‘Sang Jarasandha dengan model Wayang Jagong’, satu model interaktif dalang dengan penonton. Pertunjukan itu menggunakan bahasa campuran Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan Indonesia.Ajang lakon tentang Raja Maghada atau dikenal dengan Sang Jarasandha yang bertubuh terbelah oleh warna biru dan merah tersebut untuk memperingati Hari Wayang sekaligus Merti Desa Sidorejo dan Harlah Pondok Pesantren Rumah Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, Desa Sidorejo Kecamatan Brangsong pada 12-13 November. “Cerita pewayangan itu menjadi simbol, sehingga bukan hanya berfungsi sebagai sebuah tontonan namun juga tuntunan. Adanya Jarasandha sebagai Juru Sandera itu, ya supaya masyarakat kita ini tidak ikut tersandera juga, sebagai mana tersanderanya pemerintah saat ini,” terangnya.Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren dan Rumah Kebudayaan Wongsorogo, Kiai Paox Iben dalam orasinya mengatakan, judul Sang Jarasandha sengaja dipilih untuk menggambarkan realita sosial sekarang.Keberadaan raja yang merah dan biru, tentang juru sandera serta cawe-cawe, menjadi sesuatu yang belakangan sangat akrab di masyarakat Kiai nyentrik berambut gimbal itu memaparkan bahwa kebudayaan merupakan jembatan antara pemerintah dan rakyatnya. Lewat kebudayaan, kebijakan pemerintah bisa sampai kepada masyarakat dengan cara yang lentur. Demikian juga sebaliknya.”Forum seperti ini itu kan asyik. Suara kebudayaan itu asyik, ada kritik, tetapi juga ada lucu-lucunya, gitu kan. Termasuk kebijakan pemerintah yang bisa disampaikan dengan lentur, jadi ndak sepaneng. Sehingga respons masyarakat tidak mengarah kepada potensi kekerasan. Caranya ya lewat kebudayaan,” papar Kiai Paox. Dalam orasi di Hari Wayang, Kiai Paox Iben mengatakan kebudayaan jembatan antara pemerintah dan rakyat –