Gery David Sitompul | Kamis, 21/11/2024 16:27 WIB
Jakarta, Jurnas.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap DPR melihat pentingnya keberadaan RUU Perampasan Aset untuk upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Analisis Hukum Senior di Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK, Azamul Fahdly dalam diskusi daring “RUU Perampasan Aset Mengapa Harus Tetap Disahkan?” pada Rabu, 20 November 2024.
Azamul menilai hal-hal yang ditakutkan oleh DPR dalam RUU Perampasan Aset seyogianya bisa dihindarkan dengan terus mengawal praktik penegakan aturan tersebut.
“Intinya lebih berbahaya lagi, lebih menakutkan lagi kalau kita enggak punya RUU Perampasan Aset. Justru itu yang lebih menakutkan lagi,” kata Azamul
“Kalau misalnya kita sudah punya nanti tinggal bagaimana mekanismenya yang kita jaga, kita kawal, atau kita sebut sebagai safeguard-nya itu banyak sebenarnya yang bisa kita buat,” sambungnya.
Oleh karena itu, ia berharap DPR tak ambil pusing atas penamaan RUU Perampasan Aset yang kerap dianggap keliru dan tidak sesuai dengan tujuannya
Penamaan kata `perampasan` dalam RUU itu disebabkan keterbatasan bahasa hukum di Indonesia yang mengatur tentang tindakan mengamankan aset hasil tindak pidana.
Sementara, kata dia, Indonesia belum memiliki persamaan kata dalam terminologi hukum yang biasa digunakan di Amerika Serikat untuk menindak aset hasil tindak pidana.
“Karena kita keterbatasan terminologi kita ini bahasa Indonesianya ini terbatas, kita enggak bisa membedakan tadi ada confiscation, ada forfeiture, ada seizure,” kata Azamul.
“Misalnya ya kalau seizure mungkin kalo di KUHAP kita terjemahkan dengan penyitaan,” sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia menyoroti redaksional `Perampasan` dalam RUU Perampasan Aset yang dinilai memiliki artian yang keliru dan tidak sesuai Konvensi Anti Korupsi Internasional (UNCAC).
“Makanya waktu itu saya bilang, kalaupun misalnya disetujui substansi undang-undang itu adalah bagian dari pemberantasan korupsi, kenapa enggak namanya kita buat pemulihan atau pengelolaan aset,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin 18 November 2024.
Saat ini RUU Perampasan Aset tidak masuk kedalam RUU prolegnas prioritas DPR Tahun 2025. Aturan itu hanya menjadi RUU prolegnas jangka menengah.
RUU Perampasan Aset ini mandek selama lebih dari satu dekade setelah naskah RUU tersebut pertama kali disusun pada 2008.
Pada 2023 RUU Perampasan Aset masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. Presiden ke-7 RI Joko Widodo juga telah mengirim surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset.
Surpres itu bernomor R 22-Pres-05-2023 dikirim tanggal 4 Mei 2023 untuk dibahas bersama DPR. Namun, setahun berlalu RUU tersebut tak kunjung selesai.
KEYWORD : PPATK RUU Perampasan Aset DPR RI Ahmad Doli Kurnia