JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, terpidana mati kasus narkotika Mary Jane Veloso tetap akan dipantau pemerintah Indonesia setelah dipulangkan ke Filipina.
Kewenangan bagi pemerintah Indonesia ini bakal diatur dalam kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Filipina.
Pemantauannya nantinya bisa dilakukan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Filipina.
“Dalam kesepakatan yang nanti kita akan rumuskan dengan Filipina dalam konteks Mary Jane ini, pemerintah tetap mempunyai akses untuk memantau perkembangan dari Mary Jane ini,” ujar Yusril melalui video yang diunggah di akun resmi Instagramnya @yusrilihzamhd pada Jumat (22/11/2024).
Baca juga: Yusril Sebut Pemerintah RI Tetap Bisa Pantau Mary Jane meski Dipindah ke Filipina
Menurut Yusril, Mary Jane tidak bisa melenggang bebas usai dipindah dari Indonesia ke negara asalnya. Di sana, dia akan menjalani sisa masa hukuman.
Pemerintah Filipina disebut mengakui putusan pengadilan di Indonesia yang menghukum mati Mary Jane. Nantinya, perempuan itu akan mendekam di penjara di Kota Manila.
Meski demikian, pemerintah Filipina juga berhak memberikan grasi kepada Mary Jane tanpa persetujuan pemerintah Indonesia.
“Katanya (Mary Jane) dibina di sana dan kemudian Presiden akan kemungkinan besar mengubah status hukuman matinya menjadi hukuman seumur hidup terlebih dahulu. Nah, setelah itu dia akan dikurangi 20 tahun, akan menjadi tahanan rumah, menjadi tahanan kota itu sepenuhnya sudah kita serahkan kepada pemerintah Filipina sendiri,” jelas Yusril.
Skema MLA
Dalam keterangan terpisah, Yusril menyebut, pemindahan narapidana warga negara asing (WNA) di Indonesia ke negara asal bisa menggunakan mutual legal assistance (MLA).
Yusril mengakui, sampai hari ini Indonesia memang belum memiliki undang-undang terkait pemindahan narapidana ke negara asal (transfer of prisoners) maupun pertukaran tahanan (exchange prisoners).
“Tapi kita memiliki banyak perjanjian kerja sama dengan negara-negara sahabat yang disebut dengan perjanjian MLA, yaitu mutual legal assistance in criminal matters, atau bantuan hukum, kerja sama hukum timbal balik dalam kasus kriminal dengan negara lain”, kata Yusril.
Guru besar hukum tata negara itu juga mengungkapkan, negara lain pernah mengeksekusi putusan pengadilan Indonesia di wilayah mereka.
Baca juga: Yusril Sebut Pemindahan Mary Jane Bisa Pakai Skema Mutual Legal Assistance
Di antaranya terkait kerja sama Indonesia dengan Australia ketika menyita aset pemilik Bank Harapan Sentosa, Hendra Rahardja yang terjerat penyalahgunaan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Saat itu, Yusril yang menjabat Menteri Kehakiman bertemu Jaksa Agung Australia, Darryl Williams. Mereka kemudian sepakat mengakui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Meskipun kesepakatan itu tidak menyangkut pemindahan tahanan, namun menjadi preseden putusan pengadilan Indonesia pernah dilaksanakan negara lain.