Siapa Berani Lawan Gus Ipul?

Siapa Berani Lawan Gus Ipul?

13 June 2017, 19:39

Ibarat selebritis, Saifullah Yusuf alias Gus Ipul tengah menjadi ‘primadona’ menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2018. Wakil Gubernur Jawa Timur itu bahkan dikabarkan bakal menjadi calon tunggal di Jawa Timur. Lebay? Tidak ada yang mustahil dalam politik yang dinamis.

PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]aifullah Yusuf alias Gus Ipul ibarat ‘air hujan’ di musim kemarau. Begitu berharganya, bahkan PKB ingin melindunginya dan bahkan mengajak semua partai politik (parpol) di Jawa Timur untuk turut serta ‘meminumnya’.
Walau dengan begitu Pilgub Jawa Timur mendatang berujung diselenggarakan dengan hanya satu pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, dalih mereka, paslon tunggal juga bagian dari demokrasi.
“Saya kira adalah kemajuan dalam berdemokrasi. Pilkada musyawarah mufakat. Tidak liberal dan tentu Pancasilais dengan mewacanakan pilkada musyawarah mufakat. Ajakan ini (tidak hanya berlaku bagi Partai Demokrat) juga berlaku untuk parpol-parpol lainnya. Nanti PKB akan mengantar Gus Ipul untuk silaturrahim ke parpol-parpol lainnya,” kata Ketua DPW PKB Jawa Timur, Abdul Halim Iskandar, saat safari ke Kantor DPD Partai Demokrat Jawa Timur, Kamis (1/5/2017).
Berdasarkan data KPU, Pilgub Jawa Timur pasca-Reformasi 1998 selalu melibatkan lebih dari 2 paslon. Akan tetapi, kemungkinan paslon tunggal di Pilgub Jawa Timur 2018 nanti memang tidak mustahil. Dari segi hukum, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan aturan yang melarang adanya calon tunggal. Faktanya, di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 lalu, dari 101 Pilkada, ada 8 wilayah yang hanya punya satu calon. Namun, dari segi politik, siapa Gus Ipul dan modal apa yang dimilikinya sehingga digadang-gadang menjadi calon tunggal?
Berawal Berkah Kiai NU
Salah satu kunci menuju kemenangan yang telah dipegang Gus Ipul adalah restu dari para kiai NU. Akhir Mei 2017 kemarin, sekitar dua puluh satu kiai sepuh NU mengirimkan surat kepada Abdul Halim Iskandar. Melalui surat itu mereka bersepakat,  di Pilgub Jawa Timur 2018, NU harus menjaga keutuhan dan menyatukan suara demi mendukung kandidat calon gubernur berlatar belakang NU.
Sehari kemudian, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB, Muhaimin Iskandar, bertolak ke Jawa Timur. Di sana pria yang akrab dipanggil Cak Imin itu mengadakan pertemuan ‘maraton’ dengan para kiai. Hasilnya, para kiai memilih Gus Ipul sebagai kandidat calon gubernur di Pilgub Jawa Timur 2018 nanti.
“Sebagai Ketua Umum DPP PKB tentu saya akan taat, mendengarkan dan tunduk terhadap para ulama yang tentu sangat kita muliakan, seperti Kyai Nawawiyah, Kyai Saiful Islam, Kyai Mutawakkil, Kyai Anwar sepakat Syaifullah Yusuf,  dan masih banyak (kiai) lagi,” ucap Cak Imin.
Posisi kiai NU dalam masyarakat Jawa Timur sangat istimewa. Jika Jawa Timur dianggap ibukotanya NU, para kiai adalah walikotanya. Apa yang dititahkan kiai, tidak hanya memengaruhi kehidupan keagamaan di Jawa Timur tapi juga sangat memengaruhi kondisi sosial-politik di sana, bahkan kerap merambat ke skala nasional. Presiden ke-4 RI, Gus Dur, pernah mengakui bahwa dirinya maju menjadi kandidat calon presiden pada tahun 1999 atas seruan pada sesepuh-sesepuh kiai.“Saya diperintah oleh lima orang sesepuh saya. Itu saja. Kalau mereka memerintahkan apa saja, (bahkan) masuk api, (saya akan) masuk api,” Gus Dur.

PKB Dukung Gus Ipul, Halim: Kita Tawadu Perintah Kiai https://t.co/lViSiaEM2H pic.twitter.com/4y5q9sGAhU
— detikcom (@detikcom) May 30, 2017

Anak Emas Para Kiai
Gus Ipul masih memiliki trah ‘darah biru’ NU. Dari garis keturunan ibu, Gus Ipul merupakan cicit KH Bisri Syansuri yang juga besan dari pendiri NU, KH Hasyim Asyari. Dari garis itu pula, hubungan kekerabatan Gus dur dan Gus Ipul adalah paman dan keponakan. Selain itu, Gus Ipul sebenarnya juga masih sepupu dengan duo pimpinan PKB, Cak Imin dan Abdul Halim.
Hubungan Gus Ipul dengan Gus Dur juga tidak sekadar paman dan keponakan saja. Saat kuliah di Universitas Nasional, Jakarta, Gus Ipul tinggal di kediaman Gus Dur di Ciganjur. Semasa itu lah pria yang mengambil Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu menimba ilmu politik langsung dari Gus Dur.
“Dulu saat lulus SMA di Pandaan Pasuruan, saya hanya ingin jadi guru madrasah, tapi Gus Dur minta saya ikut ke Jakarta. Akirnya saya disekolahkan Gus Dur di FISIP Universitas Nasional,” ujar Gus Ipul, seperti dilansir dari TEMPO.
KH Hasyim Asyari
Dalam keorganisasian NU, Gus Ipul juga bukan anak kemarin sore. Dia sempat menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Pemuda NU. Kemudian, dia juga pernah menjadi Ketua Umum (Ketum) Gerakan Pemuda Ansor periode 2000-2005 dan dilanjutkan 2005-2010. Walau aktif di organisasi nahdliyin, saat PKB terbentuk, dia justru mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari PDIP. Karena itu, beberapa kalangan menilai Gus Ipul membelot, namun ada juga yang menilai Gus Ipul adalah simbol aliansi Gus Dur dan Megawati. Saat hubungan Gus Dur dan Megawati merenggang, pada tahun 2001, Gus Ipul mengundurkan diri dari PDIP dan juga DPR lalu bergabung dengan PKB.
Mulai tahun 2004, Gus Ipul, sebagai utusan PKB, menduduki jabatan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal di Kabinet Indonesia Bersatu bentukan Presiden SBY. Sayangnya, mulai tahun itu pula Gus Ipul yang saat itu menjabat Sekjen PKB terlibat konflik dengan Gus Dur yang juga Ketum Dewan Syuro PKB. Gus Dur ingin memecat Gus Ipul dan Ketum DPP PKB, Alwi Shihab, karena keduanya menjabat menteri.
Tidak mudah, keinginan Gus Dur itu baru terlaksana tahun 2007. Akibat dari pemecatan itu, Gus Ipul pun kehilangan jabatan menterinya. Yang perlu dicatat dalam hal ini adalah bukan berarti dukungan para kiai NU kepada Gus Ipul hilang. Buktinya, para kiai khos justru mendukung Alwi dan Gus Ipul menggelar Muktamar ‘tandingan’ yang bermaksud menyaingi Muktamar II NU versi Gus Dur dan Cak Imin.Selepas turun dari posisi menteri, Soekarwo menggandengnya sebagai calon gubernur Jawa Timur. Bermodal dukungan koalisi Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN), pasangan yang akrab dipanggil KarSa itu pun menang. Lima tahun berselang, di tahun 2013, KarSa kembali menuai kemenangan di Jawa Timur.

Seperti diketahui, dalam dua gelaran Pilgub Jawa Timur tersebut, paslon usungan PKB selalu kalah. Seharusnya memang suara para kiai berlabuh kepada paslon yang didukung melalui PKB, namun kenyataannya tidak seperti itu. Pada Pilgub Jawa Timur 2013 misalnya, internal PKB terbelah. Dewan Syuro PKB Jawa Timur mendukung KarSa. Sedangkan Dewan Tanfidz PKB mendukung Khofifah-Herman.
Hal tersebut terjadi lantaran jajaran Dewan Syuro PKB Jawa Timur menganggap Dewan Tanfidz, baik DPP atau DPW PKB Jawa Timur, tidak pernah memufakatkan dan berkomunikasi dengan jajaran Dewan Syuro terkait dukungan kepada Khofifah-Herman. Atas dasar itu, Dewan Syuro kecewa dan melakukan manuver politik dengan mendukung KarSa. Selain itu, jajaran Pengurus Dewan Syuro, khususnya KH Azis Mansyur selaku ketua Dewan Syuro, menganggap KarSa mampu meneruskan perjuangan para kiai.

PKB Pecah soal Pilgub Jatim, Dewan Syuro Ngotot Dukung KarSa http://t.co/hv0s1HJ9PV
— Okezone (@okezonenews) August 27, 2013

Ojo Wani-wani, Cak!
Dari sisi kemampuan komunikasi politik, banyak pihak menyebut Gus Ipul jago lobi. Hal tersebut dibuktikan dalam berbagai peran yang dijalankan Gus Ipul dalam pertemuan Ciganjur I (1998) dan Ciganjur II (2000). Gus Ipul juga bisa menghadirkan Megawati di Istighotsah Kubro II di Senayan, 2001.
Walau demikian, di luar kapasitasnya sebagai politikus, komunikasi Gus Ipul dikenal lugas dan penuh canda. Dalam berbagai ceramah dan sambutan, Gus Ipul kerap mengundang gelak tawa pendengar. Tentu ini poin plus bagi Gus Ipul, mengingat kondisi Indonesia akhir-akhir ini yang kerap diselimuti ceramah-ceramah agitatif.
Salah satunya, di pembukaan Muktamar NU ke-33 tahun 2015 silam, dalam sambutannya Gus Ipul mengatakan, “Sekarang kita berada di sini, Bapak Presiden. Di alun-alun, tempat pembukaan, penutupan, dan sidang-sidang. Yang datang hadirin dan hadirot. Hadirin itu hadir in di dalam gedung, (sedangkan) hadirot itu hadir out di luar gedung.”
Kontan, peserta Muktamar pun tertawa mendengar kata-kata Gus Ipul itu, tak terkecuali Presiden Jokowi. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, bahkan dalam sambutannya ‘menyentil’ Gus Ipul yang menurutnya kata-katanya tidak bisa dikendalikan.
“Kepada seluruh undangan. Yang tadi wakil gubernur yang saya tidak bisa ngontrol pidatonya tadi. Mohon maaf pak presiden. Sebagai ketua IGGI saya tidak bisa ngontrol. Sebagai wakil gubernur saya bisa. IGGI itu singkatan dari Ikatan Gus-Gus Indonesia,” ujar Soekarwo.
Selain itu, Gus Ipul bahkan pernah bermain film Laksamana Cheng Ho bersama Yusril Ihza Mahendra. Di film itu Gus Ipul berperan sebagai Raja Majapahit, dan Yusril berperan sebagai Cheng Ho.

Dari sisi elektabilitas, berdasarkan hasil survei mutakhir Poltracking Indonesia, Gus Ipul memiliki elektabilitas tertinggi pada Pilgub Jawa Timur 2018. Menurut Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, elektabilitas Gus Ipul berada di angka 32,29 persen. Sementara tiga kandidat lainnya yakni Tri Rismaharini (27,08 persen), Khofifah Indar Parawansa (19,11 persen) dan Abdullah Azwar Anas (8,47 persen) menguntit di belakang Gus Ipul.
“Jika Pilkada Jawa Timur dilaksanakan sekarang, maka Saifullah Yusuf berpotensi unggul menjadi gubernur,” ujar Hanta saat peluncuran hasil survei Menakar Kandidat Potensial Pilkada Jawa Timur 2018 di bilangan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (11/6/2017).
Hingga hari ini Tri Risma Harini urung maju. Sedangkan Khofifah Indar Parawansa belum memberikan kepastian. (Lihat juga: Jadi Cagub, Risma Senyum Kecut)
Soal dukungan partai, untuk maju Pilgub Jawa Timur 2018, Gus Ipul telah mengantongi dukungan PKB yang memiliki 20 kursi di DPRD Jawa Timur. Tidak hanya itu, Gus Ipul juga mendaftar bursa calon gubernur PDIP (19 kursi). Bahkan, Sekjen PDIP, Hasto Kristianto, mengatakan bahwa peta politik partainya kini mengarah pada pengusungan Gus Ipul. Sedangkan Gerindra (13 kursi), melalui Wakil Ketua Umumnya, Ferry Juliantono, menyatakan bahwa kemungkinan besar partainya akan mengusung Gus Ipul.
Secara keseluruhan, Gus Ipul sudah mendapat restu dari para kiai dan secara elektabilitas peringkatnya juga masih yang tertinggi. Dari segi kekuatan politik, modal kulturalnya sebagai ‘Gus’ sudah dia manfaatkan dengan baik, ditambah jabatan struktural kepartaian dan pemerintahan yang sudah menjadi ‘santapan’ lazim seorang Gus Ipul. Belum lagi, hampir semua partai besar di Jawa Timur saat ini masih belum bisa melihat kandidat lain selain Gus Ipul. Dan kalau sudah begitu, siapa berani lawan Gus Ipul?

(H31)