Warta Ekonomi, Jakarta –
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian, Saleh Husin, merespons tuntutan serikat buruh terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang klaster Ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Ia menyatakan bahwa putusan tersebut perlu dibaca secara komprehensif dengan tetap berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini, menurutnya, selaras dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
“Kebijakan pengupahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional pada akhirnya juga akan menjadi katalisator kesejahteraan masyarakat luas,” ungkap Saleh Husain dalam keterangan tertulis.
Baca Juga: Anindya: Kadin dan Pemerintah Berpulang Berpotensi Dapat Pendanaan Transisi Energi dan Rumah Murah dari Inggris
Saleh Husin menekankan bahwa kontribusi industri nasional terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menjadi salah satu strategi utama untuk mencapai target tersebut. Data menunjukkan, pada tahun 2023, sektor manufaktur menyumbang 18,67% terhadap PDB.
Sementara itu, pada triwulan III tahun ini, angka tersebut meningkat menjadi 19,02%. Namun, capaian tersebut masih jauh dari target 28% yang diharapkan dapat terealisasi demi visi Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, pengembangan industri manufaktur memiliki dampak ganda, yakni peningkatan nilai tambah komoditas dalam negeri sekaligus penciptaan lapangan kerja. “Dengan terciptanya lapangan kerja, setidaknya akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan,” kata Saleh.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya sektor padat karya, seperti industri makanan-minuman, tekstil, kulit, alas kaki, mainan anak, dan furnitur, yang memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja di negara dengan jumlah penduduk mencapai 282 juta jiwa. “Industri padat karya dapat menjadi katalisator dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas,” tegasnya.
Namun, Saleh Husin mengakui bahwa sektor padat karya menghadapi tantangan besar, terutama terkait kebijakan pengupahan. Olehnya itu, ketika putusan MK ditafsirkan secara sepihak atau dengan sudut pandang kelompok tertentu, maka hal itu menurutnya dapat berdampak negatif pada sektor ini.
Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa prinsip pengupahan sebagaimana diatur dalam putusan MK sebenarnya telah diakomodasi dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Baca Juga: Dukung Ambisi Prabowo, Kadin Siap Optimalkan Kerja Sama Investasi dengan China
“Indeks tertentu terkait kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan prinsip proporsionalitas telah diakomodasi dalam PP 51/2023,” jelasnya.
Selain itu, Saleh menegaskan bahwa ketentuan dalam angka 12 putusan MK, yang mengatur bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat di kabupaten/kota, tidak dapat diberlakukan secara langsung pada sektor padat karya.
“Penetapan upah sektoral harus diatur secara lebih teknis melalui peraturan pemerintah agar tidak berdampak negatif,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.