Ilustrasi – proses sidang korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Foto: Romaida/jpnn.com jpnn.com, JAKARTA – Ahli tindak pidana dan korporasi, Prof Jamin Ginting mengatakan dalam kasus korupsi tata niaga timah dengan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun lebih tepat masuk ranah administrasi yang menggunakan UU Minerba dan Lingkungan Hidup ketimbang UU Tipikor. “Dalam konteks penggunaan perhitungan kerugian negara menggunakan UU Lingkungan Hidup sebenarnya telah diatur sanksi administrasi dan pidananya, jadi mengapa bisa harus menggunakan undang-undang korupsi di sana,” ujar dia dalam kesaksian di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (25/11).Sebab, kata dia, pada UU Nomor 32 tentang pengelolaan lingkungan hidup tak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi, maka perkara ini harus ditarik ke ketentuan pidana lingkungan hidup.”Jadi, tidak ada tindak pidana korupsi dalam hal itu, kecuali jika terbukti adanya suap dalam pengurusan izin-izin atau lainnya barulah mengacu pada UU korupsi,” ujar Jamin.Dosen di Universitas Pelita Harapan itu juga menilai tindakan jaksa dalam menggunakan peraturan Menteri KLHK No 7 dan UU Lingkungan Hidup dalam menghitung kerugian negara di kasus korupsi timah ini pun kurang tepat.Sebab, dalam UU Lingkungan Hidup itu dinyatakan bahwa yang berwenang yang melakukan penyidikan adalah kepolisian dan PPNS sehingga dalam perkara ini penyidik kejagung telah mengambil kewenangan tersebut.“Berdasarkan ketentuan KUHAP, baik di Pasal 6 maupun 7 sangat jelas disebutkan bahwa yang dimaksud penyelidik adalah Kepolisian Republik Indonesia dan yang dimaksud dengan penyidik adalah polisi dan PPNS,” kata dia.”Dengan demikian, penerapan pasal tindak pidana korupsi sebenarnya tidak relevan di sini karena yang berlaku hanyalah ketentuan dari UU Lingkungan Hidup, bukan UU Tipikor,” sambung dia. Jaksa dianggap sudah mengambil alih kewenangan penyidikan dalam perkara korupsi timah.