MK Tetapkan KPK Berwenang Usut Kasus Korupsi Melibatkan TNI

MK Tetapkan KPK Berwenang Usut Kasus Korupsi Melibatkan TNI

30 November 2024, 10:56

Gery David Sitompul | Jum’at, 29/11/2024 23:15 WIB

Gadung Mahkamah Konstitusi RI. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota militer atau TNI.
Ketetapan itu dituangkan dalam putusan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diterbitkan 29 November 2024. MK mengabulkan sebagian tuntutan uji materi pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” bunyi amar putusan nomor 87/PUU-XXI/2023 dikutip dari salinan di situs resmi MK, Jumat 29 November 2024.
“KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.” demikian bunyi Pasal 42 UU KPK.

MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selama tidak ditambahkan frasa di akhir pasal. 
Tambahan frasa tersebut berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”
MK memberi penekanan sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh unsur sipil dan militer penanganannya sejak awal dilakukan oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK. Kewenangan itu berlanjut hingga ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK,” bunyi pertimbangan MK.
Dalam pertimbangan, MK menjelaskan pasal 42 sebenarnya punya semangat koneksitas seperti di KUHAP. Namun, para penegak hukum terlalu kaku atau menganut aliran legalistik dalam praktiknya.
Merujuk ahli, MK menilai prinsip koneksitas sudah ketinggalan zaman. Hal itu karena prinsip pertanggungjawaban pidana melekat kepada seseorang karena perbuatannya, bukan karena status dan kedudukannya.
MK berpendapat seharusnya hukum atau penegak hukum meninggalkan praktik pemberian keistimewaan kepada pelaku tindak pidana karena status dan kedudukannya.
“Hal ini bukan berarti kita tidak mengakui kekhasan aktivitas atau kehidupan di dunia TNI atau militer, tetapi justru kita ingin menegaskan bahwa tindak pidana apa pun, siapa pun yang melakukannya, tidak peduli status kedudukan dan pangkat ataupun jabatannya,” bunyi pertimbangan MK.

KEYWORD : Mahkamah Konstitusi KPK TNI Kasus Korupsi

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

, ,

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi