Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, telah mencabut perintah keadaan darurat militer hanya beberapa jam setelah dikeluarkannya, menyusul protes sengit dari berbagai kalangan. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat perintah tersebut telah memicu ketidakpastian politik dan reaksi keras dari para anggota parlemen lintas spektrum politik.Partai oposisi Demokratik Korea Selatan mengancam akan mengajukan tuntutan pemakzulan terhadap Yoon jika ia tidak mundur segera. Federasi serikat pekerja terbesar di Korea Selatan juga mengumumkan akan memulai pemogokan umum tak terbatas hingga Yoon mengundurkan diri. Situasi ini menunjukkan betapa dalamnya krisis kepercayaan yang dihadapi oleh pemerintahan Yoon.Yoon mengeluarkan perintah keadaan darurat militer dalam pidato televisi mendadak pada Selasa malam, menyebutkan alasan utama adalah upaya pemakzulan jaksa-jaksa senior dan penolakan usulan anggaran pemerintah oleh Partai Demokratik, yang memiliki mayoritas di parlemen. Namun, langkah ini dianggap sebagai upaya yang berlebihan dan tidak proporsional oleh banyak pihak.Parlemen Korea Selatan kemudian menggelar sidang darurat pada Rabu dini hari, di mana 190 anggota parlemen yang hadir secara aklamasi menolak perintah keadaan darurat militer. Keputusan ini memaksa Yoon untuk mencabut perintah tersebut, meskipun masih belum jelas bagaimana dampak hukumnya. Situasi ini menunjukkan betapa kuatnya institusi demokrasi Korea Selatan dalam menghadapi krisis.Keputusan Yoon untuk mencabut perintah keadaan darurat militer ini datang di tengah-tengah protes massal di luar gedung parlemen. Ribuan warga berkumpul, mengekspresikan ketidakpuasan mereka dan menuntut Yoon untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Situasi ini menegaskan betapa pentingnya peran masyarakat sipil dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di Korea Selatan.