FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Judi online telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah mulai dari menutup ratusan ribu situs, pemblokiran rekening terkait judi online, penegakan hukum dan upaya lainnya, patut diapresiasi.
Namun, pemberantasan judi online perlu dipercepat agar tidak lagi menjadi ancaman ketahanan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan parameter yang jelas dan terukur untuk menilai efektivitas upaya pemberantasan judi online.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, upaya Pemerintah sejauh ini menunjukkan komitmen yang kuat, tetapi tantangan yang kompleks memerlukan pendekatan yang lebih holistik, kolaboratif, dan berbasis data serta memiliki parameter dan indikator yang jelas.
“Setidaknya ada enam parameter untuk melihat efektivitas pemberantasan judi online yaitu penurunan volume aktivitas, pemblokiran aliran dana, peningkatan kesadaran publik, ketaatan platform teknologi global, efektivitas penegakan hukum, dan pengembangan teknologi pencegahan. Melalui keenam parameter ini publik dapat melihat hasil nyata dari upaya pemberantasan judi online, yang pada akhirnya akan membebaskan Indonesia dari penyakit sosial yang sudah sangat meresahkan ini,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/12/2024).
Menurut senator Jakarta ini, parameter pertama yaitu penurunan volume aktivitas judi online sebagai indikator berkurangnya pengaruh dan jangkauan praktik ilegal ini. Namun, tantangan utama adalah sifat dinamis dari modus operandi pelaku judi online yang sering sekali digantikan oleh ratusan situs baru.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi berbasis kecerdasan buatan untuk memantau, mendeteksi, dan menindak situs-situs baru secara real-time.
Parameter kedua, pemblokiran aliran dana untuk memutus akses finansial yang menjadi sumber utama keberlanjutan operasional judi online. Efektivitasnya dapat dinilai melalui penurunan volume transaksi terkait judi online. Ini artinya kerja sama dengan lembaga keuangan, PPATK, dan operator seluler harus lebih terintegrasi.
Selain itu, perlu ada regulasi yang lebih tegas untuk mencegah penyalahgunaan sistem perbankan dan dompet digital untuk tujuan judi online.
Parameter ketiga, edukasi dan kesadaran publik dapat diukur melalui perubahan persepsi publik dan penurunan jumlah pemain judi online aktif.
Penggunaan narasi persuasif yang didukung data dan kisah nyata dampak buruk judi online dapat menjadi strategi yang efektif untuk menggugah kesadaran masyarakat luas terutama mereka yang sedang terjerat judi online.
Parameter keempat, ketaatan platform teknologi global. Parameter keberhasilan dapat dilihat dari jumlah akun dan konten yang berhasil diblokir dan ketegasan meminta platform teknologi global untuk mematuhi aturan nasional terkait larangan judi online.
Parameter kelima yaitu penindakan hukum yang efektif, keberhasilannya dapat dilihat dari jumlah kasus judi online yang diproses secara hukum, jumlah pelaku yang dihukum, serta efek jera yang meluas terutama bagi operator dan pemain judi online.
Sedangkan parameter keenam yaitu pengembangan teknologi pencegahan. Untuk menghadapi sifat adaptif dari pelaku judi online, pemerintah harus terus mengembangkan teknologi canggih untuk mendeteksi dan mencegah aktivitas judi online.
“Idealnya, kita punya teknologi canggih ciptaan sendiri untuk mendeteksi dan mencegah aktivitas judi online. Teknologi yang berbasis kecerdasan buatan, machine learning, dan analitik big data untuk memantau pola transaksi keuangan, perilaku pengguna, serta mendeteksi situs atau aplikasi baru yang muncul. Pengembangan teknologi ini yang belum terlihat,” pungkas Fahira Idris. (Pram/fajar)