Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

7 December 2024, 15:30

JAKARTA, KOMPAS.com – Kata “brutal” menjadi favorit para elite politik untuk mengomentari jalannya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Mereka menggunakan kata ini sebagai simbol bahwa pemilihan umum yang digelar 2024 sangat jauh dari cita-cita demokrasi.
Tentu, yang paling banyak memakai kata “brutal” untuk mengomentari Pemilu 2024 adalah mereka yang kalah. 
Ucapan brutalitas pemilu ini diungkapkan berbagai elite politik, baik yang telah pensiun dari jabatan publik, maupun mereka yang saat itu berada di dalam kekuasaan.
Diksi berbeda pernah diucapkan oleh Wakil Presiden Ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla, meskipun maknanya tak jauh berbeda.
Baca juga: Rekapitulasi Pilkada Seram Timur Rusuh, KPU Minta Paslon Taat Aturan

Dia menyebut, Pemilu 2024 sebagai ajang pemilihan presiden, wakil presiden sekaligus parlemen yang paling buruk sepanjang sejarah sejak tahun 1955.
“Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya oleh orang yang mampu, orang pemerintahan, orang yang punya uang,” katanya setelah Pemilu 2024 tiga minggu berlalu, tepatnya pada Kamis (7/3/2024).
Dia mengatakan, Pemilu 2024 tak seharusnya mundur seperti saat ini agar proses pergantian kepemimpinan bisa semakin baik dan berkualitas.
Selebihnya, tiga tokoh yang mengucapkan kata “brutal” untuk menggambarkan Pemilu 2024 ialah Eks Menkopolhukam Mahfud MD yang juga kontestan Pilpres 2024, dan Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo.
Ada juga Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI sekaligus cawapres nomor urut 1.
Dari kalangan masyarakat sipil, ada pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun mengakui perlunya perbaikan pemilu, berkaca pada pemilu 2024 lalu.
Baca juga: Anggap Pemilu 2024 Paling Brutal, Cak Imin: PKB Digembosi Teman Sendiri
Pada sebuah acara diskusi 19 November lalu, Bima Arya menjelaskan, Presiden memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 sehingga ada amanat yang diberikan secara langsung kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memperbaikinya.
“Yang pertama kali dia sampaikan adalah ‘tolong Kemendagri lakukan kajian tentang sistem pemiliu kita, tidak efektif, tidak efisien,’ kira-kira begitu,” ujar Bima.
Ia menyebut, Presiden Prabowo Subianto menangkap keresahan masyarakat terkait apa yang disebut “brutalitas” dalam Pemilu 2024, mulai dari biaya politik hingga isu yang mungkin bisa memecah belah bangsa.

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi