Problem Independensi Kejaksaan dari Pengaruh Kekuasaan jadi Sorotan Para Pakar Hukum
                                    Jum’at, 24/01/2025, 14:17 WIB

Problem Independensi Kejaksaan dari Pengaruh Kekuasaan jadi Sorotan Para Pakar Hukum Jum’at, 24/01/2025, 14:17 WIB

24 January 2025, 14:17

Warta Ekonomi, Jakarta –
Mantan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyoroti masalah independensi Kejaksaan di Indonesia. Ini lah yang menjadi masalah utama di Undang-Undang nomor 11 tahun 2021 tentang kejaksaan.

“Yang paling saya soroti dari problem kejaksaan kita, menurut saya kita agak sulit, atau sulit berharap kejaksaan itu lepas dari pengaruh politik. Sulit berharap profesionalisme, integritas sepanjang kejaksaan itu tidak dibangun sebagai lembaga penegakan hukum yang independen,” kata Edwin Partogi dalam diskusi publik Undang-Undang Kejaksaan: Antara Kewenangan dan Keasilan Masyarakat, di Jakarta.
Menurutnya, syarat sebuah lembaga penegak hukum itu untuk independen hari ini tidak terpenuhi di dalam Undang-Undang Kejaksaan.

“Dia (Jaksa Agung-red) diangkat oleh presiden, diberhentikan oleh presiden, kemudian masa jabatannya mengikuti masa jabatan presiden. Dia bagian dari kabinet, dia itu bagian dari eksekutif,” tambahnya.
Untuk itu ia ragu Kejaksaan bisa bersikap independen dan imparsial, sebagaimana diktum hukum yang adil.
“Bagaimana kita bisa berharap jaksa independen?” tambahnya.
Ia menyarankan adanya proses seleksi untuk Jaksa Agung. Menurutnya, bisa disamakan dengan proses pemilihan pimpinan KPK.
“Harusnya kalau jaksa mau independen, harusnya ada proses seleksinya. itu sama dengan proses seleksi pimpinan KPK. Ada pansel yang dibentuk, pansel itu terdiri dari misalnya, 2 unsur pemerintah, 3 unsur masyarakat,” tuturnya.
“Kemudian itu yang diajukan pansel kepada DPR, misalnya tiga orang calon Jaksa Agung. Kemudian ke DPR, DPR yang memilih, presiden hanya menetapkan,” sambungnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar menilai perbaikan utama dalam Undang-Undang ini ada di masalah independensi.
“Kalau undang-undang ini mau diperbaiki, maka penerjemahan soal independensi atau prinsip perlaksanaan secara merdeka itu yang harus dipikirkan. Ini menjadi menarik nih. Kenapa? Karena sebenarnya kita semua tahu bahwa implementasi kejaksaan itu memang tidak sepenuhnya independen. Dia diangkat dan diberhentikan oleh presiden,” kata pria yang karib disapa Uceng tersebut.
Senada dengan dua pembicara lainnya, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menyoroti soal denda damai yang bisa dilakukan oleh Kejaksaan.
Katanya, denda damai ini memang bisa saja menjadi opsi bila ada pelanggaran ekonomi. Namun, menurutnya, kadang disalahgunakan menjadi denda untuk keuntungan pribadi, bukan untuk Negara.
“Saya gak bisa sebut statistiknya. Ya adalah beberapa kasus gitu tapi ini saya menjamin bukan fitnah. Ada kasusnya gitu lho. Beberapa kasusnya yang terjadi seperti itu,” ucapnya.
“Dan saya kira mungkin juga teman-teman masyarakat itu banyak juga mengalami itu. Dan saya kira di mana ada kekuasaan di situ, ada potensi penyelewengannya sebenarnya. Penggunaan kekuasaan secara tidak benar. Baik itu kekuasaan menyidik, kekuasaan menuntut, atau bahkan kekuasaan memutus,” tambahnya.
Maka, ia menilai perlu ada lembaga khusus yang mengawasi kinerja kejaksaan agar tidak terjadi penyelewengan.
Baca Juga: Kejaksaan Jadi Superbody, Themis Indonesia Minta DPR Revisi UU Kejaksaan
Baca Juga: Kenapa Praperadilan KPK Kerap Kalah? Berbeda dengan Penanganan di Kejaksaan?

“Kesadaran bahwa penegak hukum itu juga manusia, maka lembaga-lembaga pengawasan itu secara sistemik menjadi penting,” ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi