Alexander Marwata Mendiskreditkan Polri dan Kejaksaan

4 July 2024, 15:06

Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut masih ada ego sektoral di lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung dalam hal koordinasi dan supervisi kasus korupsi. Pernyataan ini dianggap mendiskreditkan lembaga lain.

“Pernyataan Alex seolah mendiskreditkan Kepolisian dan Kejaksaan, sehingga melempar masalah kepada instansi lain,” kata mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap kepada Medcom.id, Rabu, 3 Juli 2024.

Padahal, kata Yudi, masyarakat tahu masalah pemberantasan korupsi saat ini ada di KPK. Sebab, terlalu banyak kontroversi ketimbang prestasi memberantas korupsi.

Yudi menyebut koordinasi dan supervisi juga tidak berjalan baik karena kepemimpinan KPK yang lemah. Pernyataan koordinasi dan supervisi KPK dengan Polri-Kejaksaan tidak berjalan baik dinilai seolah-olah lempar tangan.

“Ingat bahwa sudah diatur dalam UU KPK bahwa KPK adalah kordinator dalam pemberantasan korupsi dengan kata lain pemimpin pergerakan pemberantasan korupsi,” ungkap mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu.
 

Bahkan, KPK mempunyai fungsi trigger mechanism yang artinya mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga penegak hukum lain menjadi lebih efektif dan efisien. Namun, Yudi melihat ada dua permasalahan yang terjadi di tubuh Lembaga Antirasuah itu.

“Yaitu komunikasi yang buruk dari KPK sehingga terjadi seperti itu, padahal untuk kepolisian saja KPK punya deputi, dirdik, dirlid dan beberapa struktural lain termasuk puluhan penyidik dari kepolisian masa ada persoalan?” ungkap Yudi.

Begitu pula Kejaksaan, menurutnya, dari jaksa sendiri ada Johanes Tanak yang merupakan mantan jaksa. Selain itu, pegawai struktural juga ada dari Kejaksaan termasuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

“Sehingga, seharusnya tidak ada persoalan. Saya pikir Kepolisian dan Kejaksaan akan selalu membuka tangan lebar untuk berkoordinasi termasuk supervisi karena semua itu kan untuk negara,” tutur dia.

Terakhir, Yudi meminta pimpinan KPK bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bila ada masalah dalam komunikasi. Sebab, permasalahan koordinasi dan supervisi disebut tak pernah terjadi sebelumnya.

“Zaman-zaman dulupun tidak ada masalah terkait tupoksi KPK dan hubungan dengan instansi lain,” pungkas anggota Satuan Tugas Khusue (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Kejaksaan Agung dan Polri akan menutup pintu koordinasi dan supervisi bila ada anggotanya yang ditangkap KPK. Hal ini disampaikannya saat rapat kerja antara Komisi III DPR dan KPK di Gedung DPR R, Senayan, Jakarta Pusat.

“Memang di dalam Undang-Undang KPK, baik yang lama maupun baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan bapak/ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik,” kata Alexander di Gedung Parlemen, Senin, 1 Juli 2024.

Alexander menyebut masih ada egosektoral di kedua lembaga penegak hukum itu. “Kalau kami menangkap teman-teman jaksa, misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian,” ujarnya.
Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut masih ada ego sektoral di lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung dalam hal koordinasi dan supervisi kasus korupsi. Pernyataan ini dianggap mendiskreditkan lembaga lain.
 
“Pernyataan Alex seolah mendiskreditkan Kepolisian dan Kejaksaan, sehingga melempar masalah kepada instansi lain,” kata mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap kepada Medcom.id, Rabu, 3 Juli 2024.
 
Padahal, kata Yudi, masyarakat tahu masalah pemberantasan korupsi saat ini ada di KPK. Sebab, terlalu banyak kontroversi ketimbang prestasi memberantas korupsi.
Yudi menyebut koordinasi dan supervisi juga tidak berjalan baik karena kepemimpinan KPK yang lemah. Pernyataan koordinasi dan supervisi KPK dengan Polri-Kejaksaan tidak berjalan baik dinilai seolah-olah lempar tangan.
 
“Ingat bahwa sudah diatur dalam UU KPK bahwa KPK adalah kordinator dalam pemberantasan korupsi dengan kata lain pemimpin pergerakan pemberantasan korupsi,” ungkap mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu.
 

Bahkan, KPK mempunyai fungsi trigger mechanism yang artinya mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga penegak hukum lain menjadi lebih efektif dan efisien. Namun, Yudi melihat ada dua permasalahan yang terjadi di tubuh Lembaga Antirasuah itu.
 
“Yaitu komunikasi yang buruk dari KPK sehingga terjadi seperti itu, padahal untuk kepolisian saja KPK punya deputi, dirdik, dirlid dan beberapa struktural lain termasuk puluhan penyidik dari kepolisian masa ada persoalan?” ungkap Yudi.
 
Begitu pula Kejaksaan, menurutnya, dari jaksa sendiri ada Johanes Tanak yang merupakan mantan jaksa. Selain itu, pegawai struktural juga ada dari Kejaksaan termasuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
 
“Sehingga, seharusnya tidak ada persoalan. Saya pikir Kepolisian dan Kejaksaan akan selalu membuka tangan lebar untuk berkoordinasi termasuk supervisi karena semua itu kan untuk negara,” tutur dia.
 
Terakhir, Yudi meminta pimpinan KPK bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bila ada masalah dalam komunikasi. Sebab, permasalahan koordinasi dan supervisi disebut tak pernah terjadi sebelumnya.
 
“Zaman-zaman dulupun tidak ada masalah terkait tupoksi KPK dan hubungan dengan instansi lain,” pungkas anggota Satuan Tugas Khusue (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri itu.
 
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Kejaksaan Agung dan Polri akan menutup pintu koordinasi dan supervisi bila ada anggotanya yang ditangkap KPK. Hal ini disampaikannya saat rapat kerja antara Komisi III DPR dan KPK di Gedung DPR R, Senayan, Jakarta Pusat.
 
“Memang di dalam Undang-Undang KPK, baik yang lama maupun baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan bapak/ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik,” kata Alexander di Gedung Parlemen, Senin, 1 Juli 2024.
 
Alexander menyebut masih ada egosektoral di kedua lembaga penegak hukum itu. “Kalau kami menangkap teman-teman jaksa, misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian,” ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(AGA)