Mengenai pemilihan ulang akibat kekalahan calon tunggal dengan kotak kosong di Kota Pangkal Pinang dan Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung yang akan dilaksanakan pada 27 Agustus 2025, maka pelantikannya tidak mungkin melandaskan pada Perpres Nomor 80 Tahun 2024.
Indrajaya menilai kurang strategis jika mengikut Putusan MK Nomor 46/PUU-XXII/2024 dengan menyerentakkan pelantikannya dengan kepala daerah lain. Artinya, dua daerah ini lebih baik pelantikannya berbeda dengan daerah yang tanpa sengketa dan bersengketa di MK.
“Kejadian di dua daerah ini adalah anomali dalam Pilkada 2024. Karena itu, sebagai konsekuensi yang harus ditanggung,” ucapnya.
Menurutnya, untuk pilkada lima tahunan, dua daerah tersebut hendaknya menjadi perhatian khusus pada rencana revisi UU Pilkada. Opsi yang dapat diusulkan adalah menyerentakkan dua daerah ini pada Pilkada tahun 2029 meski jabatan kepala daerah belum genap lima tahun.
Indrajaya pun memberikan catatan terhadap pelaksanaan Pilkada 2024. Menurutnya, jadwal tahapan pilkada 2024, mulai pengumuman hasil, sengketa di MK, dan agenda pelantikan yang tidak matching menunjukkan kelemahan dalam penyusunan UU dan peraturan terkait.
“Selain itu, kekalahan calon tunggal oleh kotak kosong juga tidak diantisipasi, padahal pengalaman ini pernah terjadi,” bebernya.
Dia menegaskan, perlu evaluasi menyeluruh terhadap semua regulasi terkait kepemiluan. Gagasan Omnibus Law paket UU Politik dapat menjadi pilihan, khususnya menyangkut UU Kepemiluan yang sering di-judicial review dan mengalami bongkar pasang (akrobatik hukum).
“Untuk ini, perlu kajian komprehensip dan uji publik yang lebih luas, serta melibatkan semua stakeholders pemilu,” pungkasnya.