Bashar al Assad dari Suriah: Presiden yang Kehilangan Tanah Airnya

Bashar al Assad dari Suriah: Presiden yang Kehilangan Tanah Airnya

8 December 2024, 22:22

TEMPO.CO, Jakarta – Setelah lebih dari 13 tahun perang, ratusan ribu orang terbunuh dan jutaan orang mengungsi, pemerintahan Presiden Suriah Bashar al Assad selama 24 tahun telah berakhir, Al Jazeera melaporkan.Kerumunan besar massa pada Minggu, 8 Desember 2024, berkumpul di jalan-jalan Damaskus untuk merayakannya, setelah pasukan oposisi menguasai ibu kota dalam sebuah gerakan yang menakjubkan yang membuat mereka merebut beberapa kota utama dalam hitungan hari.Assad dikabarkan telah melarikan diri dari negara itu dengan menggunakan pesawat terbang, mengakhiri lebih dari 53 tahun kekuasaan otoriter keluarganya di Suriah.Kepergiannya meninggalkan sebuah negara yang hancur dan jutaan warga Suriah bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.Laki-laki yang tidak ditakdirkan untuk memimpinKetika Assad mewarisi kekuasaan pada tahun 2000 setelah kematian ayahnya, Hafez, ada optimisme yang hati-hati untuk perubahan politik di Suriah.Awalnya, Assad adalah seorang dokter mata yang belajar di London, namun ia tidak pernah ditakdirkan untuk menjadi presiden. Dia dipanggil kembali ke Suriah setelah kematian kakaknya, Basil. Agar Bashar dapat menduduki kursi kepresidenan, parlemen harus menurunkan batas usia minimum bagi para kandidat dari 40 tahun menjadi 34 tahun. Dia memenangi referendum dengan lebih dari 97 persen suara, di mana dia adalah satu-satunya kandidat.Pria pendiam ini awalnya membangkitkan harapan akan reformasi, tetapi selain beberapa perubahan ekonomi yang terbatas, pemerintahannya sangat mirip dengan pemerintahan otoriter ayahnya selama 30 tahun.Satu dekade kemudian, pada Maret 2011, Assad menghadapi tantangan besar pertamanya ketika rakyat Suriah turun ke jalan menuntut demokrasi, kebebasan sipil, dan pembebasan tahanan politik.Assad menampik pemberontakan tersebut sebagai konspirasi asing, dan melabeli para penentangnya sebagai “teroris”.Sebagai pemimpin satu-satunya kekuatan politik yang sah di negara itu, Partai Baath, dan panglima tertinggi angkatan bersenjata, tanggapannya adalah tindakan keras yang brutal.Hal ini hanya mengintensifkan protes, yang dengan cepat meningkat.Pada 2012, pemerintah menggunakan senjata berat untuk melawan kelompok pemberontak Suriah, termasuk serangan udara. Kerusuhan menyebar, memicu pemberontakan bersenjata yang menarik kekuatan regional dan internasional.Berpegang teguh pada kekuasaanPada tahun-tahun berikutnya, pemerintah Assad mempertahankan kekuasaan dengan dukungan politik dan militer dari Rusia dan Iran, serta kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung oleh Teheran.Assad secara bertahap berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah yang awalnya direbut oleh pasukannya. Namun, ia memerintah sebuah negara yang terpecah belah, dengan hanya memiliki kontrol parsial dan basis dukungan yang sempit, terutama dari minoritas Alawite yang merupakan bagian dari keluarganya.Gencatan senjata diumumkan pada Maret 2020 menyusul kesepakatan antara Rusia dan negara tetangganya, Turki, yang secara historis mendukung beberapa kelompok oposisi di Suriah.Namun, Suriah terus mengalami pengeboman dan pertempuran yang sering terjadi, sementara Assad mengabaikan proses politik yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mewujudkan transisi demokratis.Selama bertahun-tahun, Assad menampilkan dirinya sebagai pelindung minoritas Suriah, memposisikan dirinya sebagai benteng melawan “ekstremisme” dan satu-satunya kekuatan yang mampu memulihkan stabilitas di negara yang dilanda perang tersebut.Dalam beberapa pemilihan umum yang diadakan selama bertahun-tahun, termasuk selama perang di daerah-daerah yang dikuasai pemerintah, hasil resmi menunjukkan bahwa Assad memenangkan mayoritas suara. Pada Mei 2021, ia terpilih kembali untuk masa jabatan keempat dengan 95,1 persen suara yang masuk.Namun, pemerintahannya tidak dapat memperoleh kembali legitimasi di mata sebagian besar masyarakat internasional, dengan sejumlah negara dan kelompok hak asasi manusia yang menuduh bahwa pemilu tersebut tidak bebas dan tidak adil.Sementara itu, pemerintahannya menghadapi tuduhan membunuh dan memenjarakan ribuan orang, serta membuat kelaparan seluruh masyarakat di daerah-daerah yang dikepung pemberontak selama perang. Ia juga dituduh dalam berbagai kesempatan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri, tuduhan yang dibantah oleh Assad.Pada tahun 2023, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia menyimpulkan bahwa ada “alasan yang masuk akal untuk percaya” bahwa pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia dalam serangan pada 7 April 2018 di Douma, dekat Damaskus.Pada November 2023, Prancis mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuk al-Assad, menuduhnya terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan terkait serangan kimia yang dituduhkan kepada pemerintahnya pada 2013. Keesokan harinya, Mahkamah Internasional, pengadilan tertinggi PBB, memerintahkan pemerintah Suriah untuk menghentikan penyiksaan dan bentuk-bentuk perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.”Bagi warga Suriah, [Assad] akan selalu dikenang sebagai presiden yang menunjukkan kepemimpinan yang buruk, menghancurkan negaranya, dan membuat rakyatnya terlantar,” ujar analis kebijakan Suriah, Marwan Kabalan.”Dia tidak hanya kehilangan kekuasaannya, tetapi juga kehilangan seluruh tanah airnya.”Pada tahun 2023, setelah lebih dari 12 tahun perang, Assad disambut kembali ke Liga Arab oleh negara-negara Arab yang sama yang pernah mengucilkannya. Keputusan untuk mengembalikan keanggotaan Suriah menandai perubahan diplomatik yang dramatis karena beberapa negara Arab berusaha untuk terlibat kembali dengan Assad.Namun, situasi di lapangan tetap sama. Warga Suriah, yang berharap akan sebuah awal yang baru, masih hidup dalam kehancuran ekonomi dan krisis kemanusiaan.Dan selama 10 hari terakhir, perang yang telah lama stagnan ini kembali berkobar dengan kemajuan pesat para pejuang oposisi, yang dengan cepat mengambil alih beberapa kota besar di saat sekutu-sekutu Assad sibuk dengan konflik mereka sendiri di tempat lain.”Selama beberapa dekade, rezim ini telah menjadi sumber penindasan, ketidakstabilan, dan kehancuran,” ujar Fadel Abdulghani, direktur eksekutif Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia, kepada Al Jazeera.Ia mengatakan bahwa meskipun tugas untuk membangun kembali Suriah sangatlah besar, ia tetap berharap.”Saya optimistis dan saya pikir kita bisa membangunnya lebih jauh untuk membangun negara yang demokratis.”Pilihan Editor: Reaksi Dunia atas Berakhirnya Kekuasaan Bashar al Assad di Suriah

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi