SOLOPOS.COM – M. Yamin, Pencetus resolusi pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. (Istimewa)
Solopos.com, JAKARTA–Tahukah Anda? naskah rumusan resolusi yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda ternyata hanya ditulis oleh satu orang? Ya, naskah tersebut ditulis oleh Muhammad Yamin.
Menurut sejarah, pada masa itu M. Yamin ditugaskan sebagai sekretaris Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta.
PromosiDaihatsu Rocky, Mobil Harga Rp200 Jutaan Jadi Cuma Rp99.000
Melansir dari Karya Tulis berjudul Kontribusi Pemikiran Mr. Muhammad Yamin oleh Ulfa Evelin Nailufar, M. Yamin merupakan putra dari pasangan Ustman Baginda Khatib dan Sa’adah yang lahir di Padang, 22 Agustus 1903.
Perjalanannya di masa sekolah ternyata cukup panjang karena dirinya sering berpindah sekolah semasa masih di bangku sekolah dasar.
M. Yamin kemudian menempuh pendidikannya di Hollandsch-Inlandsche School di Palembang. Dirinya sempat mendapat beasiswa untuk sekolah kedokteran hewan, namun karena dirasa kurang tertarik, Ia lantas tak meneruskannya.
Ia juga sempat sekolah pertanian sebelum memutuskan untuk bersekolah di Algemeene Middlebare School (AMS) di Yogyakarta. Setelah pencarian panjang akan minatnya pada bidang studi tertentu, M. Yaminpun bertahan dan menyelesaikan sekolahnya di AMS.
Di sanalah Ia mulai tertarik dengan berbagai materi dari budaya, bahasa, hingga sejarah. Usai menamatkan pendidikannya di AMS, M. Yamin mendapatkan gelar sarjananya di Rechts Hogeschool (Sekolah Tinggi Hukum).
Sejak kecil, M. Yamin sangat menggemari kegiatan membaca. Diceritakan bahkan saat kuliah, uang sakunya cepat habis karena digunakan untuk memborong berbagai buku bacaan. Itulah yang membuat Yamin tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan juga cakap.
Iapun dikenal gemar menulis. Tak ayal dalam perjalanan hidupnya, M. Yamin juga dikenal sebagai seorang jurnalis. Tak hanya berpangku tangan, diketahui M. Yamin ternyata juga pernah bekerja sebagai wartawan ketika menempuh pendidikan di AMS.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi, M. Yamin kemudian menjadi pengajar di sebuah sekolah jurnalistik dan pengetahuan umum. Sembari mengajar materi tentang kebebasan dan pelanggaran pers, di lain tempat M. Yamin juga bekerja sebagai pengacara dan ahli hukum swasta di Jakarta.
Mohammad Yamin dalam dunia sastra
Tak hanya sekadar menggemari kegiatan menulis, M. Yamin terbilang konsisten dalam menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan sejak muda. Pada 1920, untuk kali pertama puisinya yang berjudul Tanah Airku dimuat pada majalah Jong Sumatranen Bond.
Ia bahkan menjadi pelopor tulisan dengan menggunakan bahasa melayu pada majalah tersebut. Sebelum terbitnya tulisan M. Yamin, biasanya tulisan yang termuat menggunakan bahasa Belanda.
Karya tulis M. Yamin memang tak diragukan. Ia memang dikenal lihai dalam menulis. Tak hanya karya sastra seperti puisi, berbagai jenis tulisan seperti naskah drama hingga novel pun dilakoni.
Ketertarikannya dalam sastra membawa M. Yamin mempelajari bidang tersebut lebih dalam di Kota Solo pada 1925. Di sana, M. Yamin mempelajari jenis sastra seperti sastra Jawa dan Melayu, kebudayaan serta sejarah kesenian.
Kemampuan bahasanya juga terasah selama di Solo. M. Yamin diketahui menguasai berbagai jenis bahas seperti Belanda, Jerman, dan Prancis. Menariknya lagi, Ia bahkan mempelajari dan menguasai bahasa sansekerta, lho!
Kiprah M. Yamin di dunia politik dimulai pada 1926 saat dipercaya menjadi ketua Jong Sumatranen Bond. Keberadaan Jong Sumatranen Bond menjadi pendukung keterlibatan pemuda dalam upaya mewujudkan Indonesia bersatu.
Ia bersama kumpulan pemuda lainnya kemudian bergabung pada Kongres Pemuda I. Kongres tersebut tak membuahkan hasil yang memuaskan. Sehingga pertemuan-pertemuan lain bersama para pemuda terus diadakan hingga berjalannya kegiatan Kongres Pemuda II.
Secarik rumusan naskah resolusi
Sebagaimana diketahui bahwa Kongres Pemuda II berlangsung di Jakarta selama 2 hari sejak 27 Oktober hingga 28 Oktober 1928. M. Yamin didaulat menjadi sekretaris pada kegiatan yang diketuai oleh Soegondo Djodjopoespito itu.
Diceritakan, rapat ketiga sebagai rangkaian kongres tersebut diawali dengan pidato oleh Ramelan serta Soenario. Ditengok dari buku Soegondo Djodjopoespito : Hasil Karya dan Pengabdiannya, di tengah pidato Soenario, M. Yamin yang duduk di sisi kanan Soegondo menyodorkan secarik kertas.
Ketika itu, Ia menyampaikan kepada Soegondo bahwa dirinya memiliki rumusan resolusi. Usai membacanya, Soegondo kemudian membubuhkan tulisan acc disertai parafnya. Kertas itu kemudian diteruskan kepada anggota lainnya dan diikuti paraf sebagai tanda persetujuan.
Dari situlah terbit sebuah rumusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Dalam naskah itu disebutkan bahwa seluruh pemuda Indonesia berkomitmen bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yakni Indonesia.
Pada 1931, M. Yamin tergabung dalam Partai Indonesia. Tak berlangsung lama, Partai Indonesia kemudian bubar dan Ia mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia bersama Wilopo, Amir Syarifuddin, Sumanang, Adnan Kapaugani dan Adam Malik pada 1936.
Tahun 1937 M. Yamin menikahi pujaan hatinya, Siti Sundari dan dikaruniai seorang putra bernama Rahadian Yamin.
Perjuangan seorang Mohammad Yamin masih terus berlanjut. Pada masa pendudukan Jepang, M. Yamin turut bergabung bersama Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terpilih sebagai anggota Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Seusai kemerdekaan Indonesia, pada 1950 M. Yamin kemudian menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dua tahun kemudian Dirinya terpilih menjadi Menteri Kehakiman. Pada masa 1953 hingga 1955, Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada 1959, M. Yamin didaulat menjadi Dewan Perancang Nasional. Mohammad Yamin wafat pada 17 Oktober 1962 saat usianya 59 tahun. Ia mendapat gelar Pahlwan Nasional pada 1973 sesuai dengan SK Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/1973.