FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus korupsi tambang timah dengan nilai kerugian negara mencapai Rp271 triliun kembali menjadi sorotan publik. Nama baru yang mencuat adalah Hendry Lie, pendiri maskapai Sriwijaya Air, yang diduga menikmati hasil kejahatan tersebut.
Menurut informasi yang beredar, uang hasil korupsi itu digunakan oleh Hendry Lie untuk membangun sebuah villa mewah di Bali. Villa ini berdiri megah di atas lahan seluas 1.800 meter persegi dengan nilai mencapai Rp20 miliar.
Hal ini diungkap melalui unggahan akun media sosial platform X milik @jaksapedia pada Selasa (19/11/2024). Dalam unggahan itu, terlihat foto bangunan villa yang disebut milik Hendry.
“Nggak nyangka, 1 unit villa yang dibangun di tanah seluas 1.800 meter persegi, diperkirakan seharga Rp20 miliar, ternyata berasal dari korupsi timah,” tulis akun tersebut.
Lebih lanjut, Hendry Lie ternyata tidak beraksi sendirian. Ia diduga melibatkan adiknya, Fandy Lingga, dalam pengelolaan uang hasil korupsi melalui perusahaan mereka, PT Tinindo Internusa (PT TIN).
Perusahaan ini diketahui berperan penting dalam mengelola tambang ilegal di kawasan milik PT Timah Tbk sepanjang 2018 hingga 2022. PT TIN bahkan disebut sebagai salah satu pelopor kerja sama untuk mengelola tambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
“PT TIN ikut terlibat dalam kasus penambangan liar di wilayah kuasa PT Timah sepanjang 2018-2022,” jelas @jaksapedia.
Untuk menghindari jejak hukum, kakak beradik ini diduga membentuk sejumlah perusahaan boneka. Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan sebagai kedok untuk mengelola hasil tambang ilegal secara terselubung.
“Melalui Fandy, Hendry bahkan terlibat langsung dalam mengelola dua perusahaan boneka, yaitu CV BPR dan CV SMS,” tulis akun tersebut.
Atas perbuatannya, Hendry Lie kini telah ditangkap dan sedang diproses oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus ini mengungkap bagaimana praktik korupsi tambang ilegal mampu merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Penangkapan Hendry Lie menjadi langkah awal untuk membongkar jaringan korupsi yang melibatkan banyak pihak, termasuk perusahaan tambang besar. Pihak Kejagung diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini agar tidak ada lagi praktik kejahatan serupa di masa depan. (bs-zak/fajar)