Cak Chris Konjen AS di Surabaya Pernah “Nyantri” di Tebu Ireng, Doyan Pecel Lele dan Rawon

27 August 2024, 17:00

Christopher R. Green Konsul Jenderal (Konjen) Amerika Serikat di Surabaya, memiliki ikatan kuat dengan Jawa Timur. Ia pernah tinggal di Malang. Bahkan pernah “nyantri” di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.“Saya memiliki pengalaman pribadi di Jawa Timur. Jadi saya senang sekali bisa kembali ke sini sebagai Konjen Amerika Serikat,” kata Cak Chris, sapaan akrabnya ketika menyapa pendengar Radio Suara Surabaya, Selasa (27/8/2024) siang.Jawa Timur Seperti Rumah KeduaChris kali pertama datang Jatim pada 1997 silam. Pada saat itu menempuh pendidikan Antropologi di Universitas Negeri Malang (UNM).Perbedaan bahasa menjadi tantangannya kala itu. Apalagi semua materi pendidikan yang diterima menggunakan Bahasa Indonesia.“Jadi saya harus belajar antropologi dan Bahasa Indonesia pada waktu yang sama. Beruntung saya tinggal di kos-kosan bersama mahasiswa lain. Jadi dengan cepat saya bisa berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia,” terang Chris kepada suarasurabaya.net.Tak hanya di belajar antropologi Malang, Chris juga sempat “nyantri” Ponpes Tebu Ireng, Jombang. Meskipun berbeda keyakinan, Chris hidup layaknya santri selama di Tebu Ireng.Ia bangun pagi-pagi, mengikuti pelajaran Bahasa Arab. Selain itu, ia juga belajar berbagai macal hal di pondok yang didirikan oleh KH.Hasyim Asy’ari tersebut.Keterlibatannya dalam kehidupan pesantren tidak hanya membantunya memahami lebih dalam tentang budaya dan agama Islam, tetapi juga membangun kedekatan dengan masyarakat setempat.Pengalamannya ini memberikan perspektif berharga tentang keragaman budaya dan religiusitas yang kaya di Indonesia.“Semua pengalaman ini luar biasa, dan membuka mata saya kepada dunia lain di luar Amerika Serikat, di luar budaya dan kebiasaan Amerika. Saya menjadi semakin tertarik dengan budaya dan bahasa lain,” terangnya.Pengalaman selama kurang lebih dua tahun di Jawa Timur inilah yang mendorongnya untuk bekerja sebagai diploma.“Semua itu dimulai dari Jawa Timur,” ujarnya singkat.Setelah kembali ke Amerika Serikat pada 1999, Chris tak pernah lagi mengunjungi Indonesia selama hampir dua dekade. “Kepulangannya” ke Indonesia baru terjadi pada 2018 saat ia mendapatkan tugas di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.“Walaupun penugasan saya di Jakarta sangat menyenangkan, tapi tidak seperti Surabaya. Karena bagi saya, Indonesia, khususnya Jawa Timur, sudah seperti rumah kedua,” ungkap Chris.Kecintaan Terhadap Kuliner LokalSelain prestasinya dalam diplomasi, Chris juga dikenal dengan kecintaannya terhadap kuliner lokal, terutama pecel lele dan rawon.Makanan yang sangat kental ciri khas Jawa Timur ini, sudah dikenalnya sejak menempuh pendidikan di Malang, hampir tiga dekade lalu.Tak hanya itu saja, seperti laiknya warga Jawa Timur lainnya, Chris Green juga sangat menggemari makanan-makanan pedas.“Saya dinasehati oleh ibu kos. Dia bilang, ‘kalau tidak pedas, tidak mungkin enak’. Benar-benar bijaksana. Saya suka sekali makanan pedas. Makanan gurih dan pedas adalah kombinasi yang paling memuaskan,” akunya.Hobi Touring Naik MotorSelain doyan wisata kuliner, Chris ternyata punya hobi naik motor. Ketika bertugas di Jakarta, ia sering kali touring naik motor matic ke sejumlah kota.Bahkan, saat bercerita kepada suarasurabaya.net, Chris mengaku pernah touring dari Jakarta ke Surabaya selama enam pekan pada akhir 2020. Selama kurang lebih satu setengah bulan itu, Chris singgah di berbagai kota di Pulau Jawa.“Saya ke kota-kota yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi. Saya ke Tasikmalaya, Garut, Cilacap, Pacitan, Blitar. Itu luar biasa,” ceritanya penuh semangat.“Saya menginap di losmen, saya ngobrol dengan penduduk lokal, makan di pasar. Itu seperti kegiatan saya zaman dulu ketika masih mahasiswa,” imbuhnya.Penggemar Setia Dewa 19

Chris Green juga memiliki band favorit di Indonesia, yakni Dewa 19. Chris bercerita bahwa musik-musik dari superband asal Surabaya inilah yang menemaninya selama menempuh pendidikan di Indonesia pada 1997-1999 silam.Ia juga mengikuti perkembangan Dewa 19. Baik semasa Ari Lasso sebagai vokalis, maupun ketika era Once Mekel. Chris mengaku bahwa kedua penyanyi itu memiliki ciri khas masing-masing.“Versi Ari Lasso lebih dekat di hati karena saya mendengarnya ketika zaman mahasiswa. Tapi versi Once juga hebat. Kedua-duanya bagus,” pujinya. (saf/iss/ipg)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi