FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, menyoroti insiden tragis penembakan di Solok Selatan, Sumatera Barat, yang melibatkan dua anggota kepolisian. Ia menegaskan bahwa peristiwa ini harus menjadi momentum bagi Polri untuk mengevaluasi penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum.
“Harus ada tes berkala untuk memastikan kesehatan fisik dan mental aparat yang diberi kewenangan membawa senjata api. Senjata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk konflik pribadi,” ujar Nasir dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Menurut Nasir, tragedi tersebut menjadi pengingat penting bagi institusi kepolisian untuk memperbaiki sistem pengawasan terhadap penggunaan senjata api. Ia juga menyerukan agar pelaku penembakan diproses hukum secara transparan dan diberikan sanksi tegas.
Insiden seperti ini bukan yang pertama kali menjadi sorotan. Penggunaan senjata api di lingkungan kepolisian sering menimbulkan kekhawatiran, terlebih ketika terjadi penyalahgunaan. Padahal, Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 dengan jelas mengatur prosedur penggunaan senjata api, termasuk prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam tugas kepolisian.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Jumat (22/11/2024) di halaman Mapolres Solok Selatan. Kepala Bagian Operasi Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, menembak Kepala Satuan Reserse Kriminal, AKP Ryanto Ulil Anshar, hingga tewas di tempat akibat dua tembakan di kepala. Dadang langsung menyerahkan diri ke Polda Sumatera Barat setelah kejadian tersebut.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa insiden ini harus diusut tuntas. Ia juga memastikan bahwa peristiwa tersebut tidak terkait konflik internal Polri, meskipun diduga berawal dari upaya penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal oleh korban.
Nasir Djamil berharap tragedi ini dapat menjadi pelajaran bagi institusi kepolisian untuk memastikan bahwa senjata api hanya digunakan sesuai prosedur, guna mencegah insiden serupa di masa depan.