Istri Dirut Garuda Indonesia Jadi Guru Besar PMIPA Biologi UI

Istri Dirut Garuda Indonesia Jadi Guru Besar PMIPA Biologi UI

16 November 2024, 1:33

Mutiul Alim | Jum’at, 15/11/2024 05:45 WIB

UI mengukuhkan Prof. Dr. Luthfiralda Sjahfirdi sebagai Guru Besar FMIPA Biologi (Foto: Ist)

Depok, Jurnas.com – Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, sebagai guru besar tetap pada Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Bidang Biologi pada Ranting Ilmu/Kepakaran Konservasi Hewan.
Prosesi pengukuhan Guru Besar Prof. Luthfiralda yang juga merupakan istri Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dipimpin langsung oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro.
Dalam orasi ilmiah berjudul `Upaya Konservasi Dalam Menjaga Keberlanjutan Biodiversitas Pada Tingkat Spesies, Terutama Spesies Terancam Punah dan Spesies Endemik`, Prof. Luthfiralda menyoroti ancaman keberlanjutan biodiversitas dan mengancam punahnya ragam spesies yang dilindungi, utamanya spesies endemik.
Dia memaparkan bahwa penurunan biodiversitas memiliki multiplier effect terhadap ekosistem dan manusia, yang tergambarkan dalam kondisi-kondisi seperti berkurang atau hilangnya habitat bagi banyak spesies, akibat berbagai macam fenomena alam yang terjadi secara alami maupun yang disebabkan aktivitas pengalihfungsian habitat spesies, perburuan liar, hingga perdagangan satwa dilindungi.

Untuk itu, berbagai upaya dan langkah konservasi dilakukan untuk mencegah penurunan tingkat biodiversitas, termasuk upaya konservasi di tingkat spesies, baik secara in situ maupun ex situ yang merupakan metode konservasi flora dan fauna, melalui habitat asli maupun di luar habitat aslinya.
Atas kondisi tersebut, Prof. Luthfiralda mengungkapkan bahwa pihaknya menekankan pentingnya melakukan pendekatan aspek perilaku reproduksi yang dilakukan secara ex situ dalam menjaga keberlanjutan biodiversitas pada tingkat spesies yang menjadi salah satu alternatif paling ideal yang dapat dilakukan dan merupakan salah satu strategi penting dalam upaya pelestarian biodiversitas.
Terdapat tiga aspek penting yang perlu ditatalaksanakan dalam melakukan pendekatan perilaku reproduksi melalui metode konservasi ex situ. Yang pertama adalah lembaga konservasi ex situ yang memiliki peranan fundamental dalam memulihkan populasi spesies yang hampir punah.

Meski demikian, bukan berarti lembaga ex situ ini tidak memiliki tantangan, dan salah satu faktor yang paling disorot adalah kecenderungan lembaga ex situ pada studi kasus tertentu yang dapat mereduksi kemampuan adaptasi alami spesies yang terancam punah.
Terlepas dari tantangan itu, lembaga ex situ merupakan alternatif yang memliki probabilitas tingkat kesuksesan cukup tinggi dalam menunjang upaya konservasi populasi spesies yang ditunjang kemampuan expertise dari sisi pendekatan manusia, sehingga proses konservasi menjadi lebih terukur kesuksesannya.
Kedua, langkah pelepasliaran spesies hewan ke habitat alami. Dalam hal ini, terdapat standar kualitas individu yang perlu dipenuhi bagi spesies hewan yang layak dilepasliarkan, sehingga penting untuk melakukan persiapan secara komprehensif guna memastikan pelepasliaran hewan dilakukan pada waktunya.
“Dari hasil riset yang kami lakukan, tidak semua spesies orangutan memiliki kemampuan yang sama dalam beradaptasi di alam liar. Fenomena ini terlihat bahkan ketika prosedur konservasi dilakukan pada sekolah hutan, di mana beberapa orangutan cenderung enggan membuat sarangnya sendiri dan memilih menggunakan sarang yang telah ada dan masih layak untuk tidur,” kata Prof. Luthfiralda menjelaskan.
Melihat fenomena tersebut, Prof. Luthfiralda dalam penelitiannya mengungkapkan metode pelepasliaran `Halfway House` menjadi salah satu opsi persiapan pelepasliaran hewan yang dilindungi. Metode Halfway House bertujuan meningkatkan kemungkinan keberhasilan pelepasliaran, serta mempersiapkan hewan untuk mampu memenuhi kebutuhan dasar alaminya.
Adapun aspek ketiga ialah langkah konservasi sepanjang hayat di kebun binatang dengan mempertimbangkan masa estrus (periode subur) pada hewan. Hal ini menjadi opsi yang paling terukur bilamana spesies tertentu tidak memiliki kualifikasi yang ideal untuk dilepasliarkan dan justru akan menimbulkan risiko bagi eksistensi spesies tersebut.
“Tantangan pengelolaan keberlanjutan biodiversitas, khususnya pada spesies yang terancam punah, menjadi sebuah pekerjaan rumah yang harus disikapi secara serius oleh seluruh pihak. Oleh karenanya, pengayaan pemahaman metodologi konservasi serta perluasan portofolio studi kasus pada ragam spesies menjadi sebuah keniscayaan yang perlu disikapi dengan dinamika fenomena alam yang saat ini terus terjadi secara progresif,” dia menambahkan.

KEYWORD : Luthfiralda Sjahfirdi Guru Besar FMIPA Universitas Indonesia

Partai

K / L

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi