tirto.id – Pertengahan 2021, WhatsApp grup yang diikuti Hijrah Muharram tiba-tiba ramai. Sebabnya, seorang anggota grup menawarkan sebuah investasi pada lahan perkebunan tanaman talas dengan keuntungan tokcer. Grup yang diikuti Hijrah memang tempat orang-orang kongko terkait bisnis. Pria berusia 28 tahun itu memang getol masuk ke dalam beberapa grup bisnis di WhatsApp untuk menambah jejaring mitra. Hijrah pebisnis di bidang makanan beku dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta.Kala itu, ia mengaku cukup tertarik dengan tawaran investasi di lahan talas yang disodorkan. Saat Hijrah mengemukakan ketertarikannya, rekannya di grup WhatsApp tersebut langsung menghubungi. Dia lantas ditawari paket investasi senilai puluhan hingga ratusan juta. Hijrah yang saat itu sedang mengalami macetnya pemasukan akibat pandemi, tak berpikir panjang dan menyetujui kesepakatan investasi di lahan perkebunan talas. Karena pandemi, kata dia, saat itu semua transaksi dan kesepakatan investasinya memang dilakukan secara daring.”Kan lagi masa pandemi, jadi dengan adanya tawaran begitu lumayan menarik ya, ibaratnya [cuma] nunggu hasil gitu,” ujar Hijrah saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (27/11/2024).Lahan perkebunan talas yang ditawarkan disebut-sebut berada di daerah Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Hijrah saat itu tidak menaruh kecurigaan, toh ia sendiri tinggal di kota Sukabumi. Namun, ia memang menyadari daerah yang menjadi sasaran investasi ini cukup jauh dari kediamannya. Hijrah hanya diperlihatkan progres penanaman talas lewat chat dan tidak tahu lokasi pasti daerah perkebunan tersebut. Saat itu, Hijrah menanamkan modal sebesar Rp75 juta dalam beberapa kali tahap transfer. Ia dijanjikan keuntungan per setiap panen, yang melebihi modal investasi. Sayangnya, ia tak ingat pasti nama perusahaan yang menaungi perkebunan talas tersebut. Pasalnya, ia lebih percaya perjanjian bisnis individu bersama orang yang menawarkan investasi tersebut. Mulanya orang yang menawarkan investasi tersebut rajin mengabari perkembangan bisnis kebun talasnya. Namun selang tiga sampai empat bulan berjalan, orang tersebut sudah sulit untuk dihubungi. Ketika ditelepon dan ditanyakan terkait progres terkini perkebunan talas, ia menghindar dan memberikan sejuta alasan. Bahkan, sempat nomor telepon Hijrah diblokir oleh orang yang menawarkan investasi itu. Lantas, kenyataan yang pahit mulai menghampiri Hijrah.Grup WhatsApp jejaring bisnis Hijrah kembali ramai pada penghujung 2021. Kali ini, dengan amarah dan umpatan. Belasan orang di grup itu mengaku ditipu puluhan juta akibat tawaran investasi lahan perkebunan talas oleh salah satu anggota grup. Merasa tidak asing, Hijrah akhirnya menyadari bahwa dia sudah terjerat penipu investasi bodong.Salah satu korban mengaku kepada Hijrah rugi hingga ratusan juta. Harapan mendapat duit banyak sambil duduk manis melihat perkembangan kebun talas dari ponsel pun hancur. Dia akhirnya tak memilih melanjutkan kasus ini ke jalur hukum karena merasa akan lebih banyak biaya yang keluar. Belakangan, Hijrah sadar perusahaan perkebunan tersebut tidak terdaftar secara resmi.”Jalur hukum bisa dibilang penipuan tuh agak susah juga ya. Kita dengan secara sukarela kasih uangnya dengan ingin ada hasilnya [tapi] ternyata uangnya dibawa kabur,” ucap Hijrah.Jebakan investasi bodong juga pernah dirasakan Ilham Muslim (29 tahun). Pria asal Kota Bandung ini mengaku terjebak rayuan investasi ilegal di bidang perdagangan berjangka. Peristiwa itu terjadi pada 2020 silam ketika pandemi COVID-19 tengah memuncak. Karena belum memiliki pekerjaan tetap, Ilham memutuskan hijrah ke Yogyakarta untuk mencari pekerjaan. Akhirnya, Ilham mendapat tawaran bekerja pada perusahaan pialang bidang perdagangan berjangka komoditi.Anehnya, kata dia, pihak pialang tersebut justru mengajaknya berinvestasi di bursa komoditi. Ilham yang saat itu sedang mencari uang, menyambut baik tawaran tersebut. Namun, untuk membuka rekening lewat pialang tersebut, Ilham harus berinvestasi sebesar Rp100 juta. Dia diberikan solusi oleh orang pialang tersebut untuk membayarnya secara bertahap. Investasi pertama akhirnya dilakukan Ilham di angka Rp10 juta agar bisa melakukan jual-beli komoditi lewat perusahaan pialang tersebut. Awalnya, semua yang dilakoni Ilham berjalan lancar dan menggiurkan. Bayangkan, dalam 1 bulan, trading bursa komoditi tersebut memberikan keuntungan berkali-kali lipat dari modal awal yang diberikan Ilham. Namun, kata Ilham, keuntungan tidak bisa ditarik sebab syarat awal untuk buka rekening harus berinvestasi Rp100 juta. Maka, Ilham sengaja melanjutkan trading di pialang tersebut dengan harapan mampu menembus Rp100 juta sehingga bisa menikmati hasil keuntungannya. “Sebenarnya instrumen investasinya banyak. Saya pernah ikut di forex dan komoditi emas,” ungkap Ilham kepada reporter Tirto, Selasa (26/11/2024) malam. Ilham mengaku, dalam dua bulan keuntungan yang tertera di akunnya sudah tembus Rp50 juta. Karena keuntungannya belum dapat ditarik, pihak pialang tersebut lantas menawarkan solusi kepada Ilham. Mereka menawarkan rekening penarikan bila Ilham menambah jumlah investasinya sebesar Rp10 juta lagi. Artinya, Ilham harus berinvestasi Rp20 juta agar dapat menikmati keuntungannya dalam pasar komoditi.Namun, nasib berkata lain dan menghantam Ilham secara keras. Ketika hendak menambah jumlah investasinya sebesar Rp10 juta, tiba-tiba uang dan keuntungan dari transaksi trading di pialang tersebut mendadak lenyap. Mulanya dia mengira sedang terjadi eror pada laman trading tersebut. Namun, akunnya dapat dibuka normal, tapi tak ada uang sepeserpun di dalamnya. Karena panik, Ilham lantas menghubungi pihak pialang yang menyeretnya untuk berinvestasi. Sayangnya, panggilan tersebut hanya menghantam kekosongan. Orang pialang tersebut tidak dapat dihubungi sama sekali. Ia kebingungan karena ternyata perusahaan pialang itu tidak memiliki kantor resmi. Ia lantas mengecek laman Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan mendapati bahwa perusahaan pialang tersebut ilegal.Perusahaan pialang itu ternyata juga melakukan skema ponzi atau money game di mana nasabah atau pekerja dijanjikan keuntungan jika bisa menyeret investor baru. Akhirnya, duit Ilham lenyap tak tersisa dan tersisa penyesalan terbuai janji manis dari investasi bodong.”Terakhir masih ada sih websitenya, tapi uang gua udah nggak ada di riwayat transaksinya,” ucap Ilham.Entitas investasi bodong memang terus bersalin rupa. Para penipu ini mengincar uang mulai dari nominal recehan, hingga miliaran rupiah. Modus investasi ilegal juga semakin beragam.Belakangan entitas investasi ilegal meliputi robot trading, pialang berjangka ilegal, jual beli aset kripto ilegal, investasi komoditi bodong, modus investasi forex dan emas, investasi web atau server AI, hingga investasi dengan cara top up uang agar menyelesaikan task tertentu.Di sisi lain, modus-modus lama terus bertahan dan semakin licin. Modus investasi dengan sistem ponzi atau money game masih laku dilakukan para penipu. Mereka menjanjikan imbal hasil kepada nasabah dengan cara meminta nasabah mencari investor baru. Maka tak ada perdagangan yang realistis terjadi dalam modus ini. Jika tidak ada nasabah baru, maka selesai sudah bonus yang diberikan. Ujungnya, pelaku akan melarikan diri dengan duit para nasabah.Maraknya modus investasi bodong tidak lepas dari pertumbuhan investor baru di Indonesia. Minat investasi, terutama para investor ritel, terus mengalami peningkatan. Di pasar modal misalnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat investor pasar modal Indonesia lampaui 13 juta single investor identification (SID) dengan pertumbuhan 863 ribu SID baru di sepanjang tahun 2024. Menariknya lagi, menurut catatan BEI, sekitar 79 persen dari total investor baru adalah mereka yang berusia di bawah 40 tahun.Tren pertumbuhan minat investasi ini turut dimanfaatkan para penipu lewat modus tawaran investasi-investasi yang menjanjikan keuntungan tidak masuk akal. Di sisi lain, para penipu memanfaatkan ketidaktahuan sebagian masyarakat terkait instrumen investasi yang legal.Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menyebut investasi bodong tidak akan pernah hilang jika sosialisasi kepada masyarakat tidak digencarkan oleh pemerintah dan regulator. Ibrahim menilai maraknya investasi bodong yang masih terjadi adalah bukti bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah dan regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bappebti tak menyentuh masyarakat yang ada di daerah.“Masyarakat kan orang bekerja, dia taunya saya masuk, investasi dan dapat keuntungan. Mereka lebih percaya kepada individunya dan tidak percaya pada bagaimana dana investasi aman atau tidak,” kata Ibrahim kepada reporter Tirto, Rabu (27/11/2024).Laporan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) mencatat, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal dari tahun 2017-2024 mencapai Rp139,574 triliun. Kerugian terbesar masyarakat terjadi di 2022 dengan angka sebesar Rp120,79 triliun.Satgas PASTI mencatat kerugian jumbo tersebut sebab memasukan jumlah kerugian yang terjadi pada kasus KSP Indosurya dengan jumlah sebanyak Rp106 triliun. Adapun di tahun lalu, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp603,9 miliar.Kerugian investasi bodong di masa pandemi (2020) tercatat paling besar jika mengecualikan jumlah kerugian di 2022. Angka kerugian investasi bodong di masa pandemi tercatat mencapai Rp5,9 triliun. Ini menunjukkan di masa-masa pandemi, banyak masyarakat yang lebih mudah tergiur jebakan investasi bodong. Kondisi ekonomi yang terdampak pandemi jadi salah satu faktor yang membuat tawaran investasi abal-abal mudah menjebak nasabah.Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, memandang kondisi ekonomi masyarakat yang goyah memang cukup mempengaruhi menjamurnya investasi bodong. Fenomena pemutusan kerja besar-besaran misalnya, membuat orang-orang mencari cara praktis menggenjot keuangan. Mengacu laporan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Semester I 2024 atau periode Januari hingga Juni 2024 saja, mencapai 32.064 pekerja.Masyarakat, kata Ibrahim, bukan tidak tahu terkait risiko besar aktivitas investasi. Namun, keuntungan besar tidak masuk akal yang diiming-imingi entitas investasi bodong membuat masyarakat gelap mata sehingga terjerat janji bohong penipu. Di sisi lain, investasi bodong menawarkan cara yang praktis dan tidak ribet agar masyarakat bisa berinvestasi.“Kalau pialang legal registrasinya njelimet. Kalau yang ilegal cuma pakai KTP sudah jadi, sehingga masyarakat ini yang menarik ke situ,” ucap Baim.Namun, di balik kemudahan itu, entitas investasi bodong menguras harta masyarakat dan tak peduli keuntungan yang dijanjikan kepada nasabah di awal perjanjian. Pemerintah dan OJK diminta memperluas cakupan sosialisasi dan medium untuk mewanti-wanti praktik investasi bodong di masyarakat. Menurut Ibrahim, investasi bodong membuat persepsi masyarakat terhadap investasi legal akan semakin negatif.Ketua Sekretariat Satgas PASTI, Hudiyanto, mengungkapkan, memang terjadi peningkatan pengaduan terkait investasi bodong pada tahun ini. Sampai Oktober 2024, kata dia, jumlah pengaduan masyarakat terkait entitas investasi ilegal mencapai 864 kasus. Ini berarti ada peningkatan sebanyak 71 persen jika dibandingkan dengan jumlah penerimaan pengaduan tahun 2023 yang berjumlah 505 kasus.Menurut data Satgas PASTI, ada lima modus investasi ilegal yang paling banyak diadukan masyarakat hingga Oktober 2024, meliputi: jasa periklanan sistem deposit (183); duplikasi investasi legal (112); robot trading (81); pendanaan (71); dan perdagangan kripto (72). Untuk menekan kerugian dan korban investasi ilegal, Satgas PASTI menyatakan terus melakukan upaya preventif melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi di berbagai media dan platform.“Untuk meningkatkan awareness masyarakat, mempublikasikan siaran pers secara berkala serta patrol siber mandiri. Karena tingkat literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia masih belum optimal sebagaimana yang diharapkan,” kata Hudi kepada reporter Tirto, Rabu (27/11/2024).Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia memang belum melebihi angka 65 persen, meski mengalami peningkatan. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2024 yang diselenggarakan OJK bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat inklusi keuangan di Indonesia sudah sebesar 75,02 persen, sementara indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia masih sebesar 65,43 persen.Kendati demikian, nilai itu memang jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2013. Indeks literasi keuangan tahun 2013 tercatat masih rendah, yakni hanya 21,84 persen. Selanjutnya pada 2016 naik menjadi 29,7 persen. Lalu naik lagi pada 2019 menjadi 38,03 persen dan pada 2022 menjadi 49,68 persen.Hudiyanto mengatakan, teknologi yang semakin canggih memberikan peluang bagi pelaku kejahatan siber untuk menciptakan metode penipuan yang lebih kompleks, seperti phishing, malware, hingga penipuan investasi online.Satgas PASTI mendorong masyarakat agar lebih memperhatikan aspek legal dan logis dalam menerima tawaran investasi.Selain itu, Satgas PASTI berupaya untuk terus menindak entitas investasi bodong. Tercatat, sejak 2017 hingga 7 November 2024, Satgas PASTI sudah menghentikan total 1.528 entitas investasi bodong. Per November 2024, kata Hudi, pihaknya sudah memblokir 228 rekening entitas keuangan ilegal. Selain itu, Satgas juga sudah memblokir 1.447 kontak entitas ilegal.Investasi Bodong Membuat Lesu Perekonomian Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, melihat dampak maraknya investasi bodong pada kondisi keuangan masyarakat sangat buruk. Masyarakat bisa jatuh miskin sebab hilangnya tabungan dan aset yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun. Tidak sedikit, kata Rini, masyarakat yang terjerat utang pinjaman daring sebab menggunakan dana pinjaman untuk investasi.“Kalau sudah begini debt collector datang menagih bukan hanya kepada korban, tetapi ke keluarga dan tempat kerja. Ini menimbulkan trauma finansial yang mempengaruhi keputusan investasi di masa depan,” ucap Rini kepada reporter Tirto, Selasa (26/11/2024).Investasi bodong biasanya memanipulasi mental korbannya dengan taktik fearandgreed. Secara umum, kata Rini, pelaku investasi bodong memanfaatkan demografi masyarakat dengan literasi keuangan rendah. Terutama mereka yang berada di kelompok usia produktif (25-45 tahun) dan sedang mencari penghasilan tambahan.Investasi bodong dinilai berpotensi membuat kepercayaan terhadap sistem keuangan formal semakin merosot. Di sisi lain, ucap Rini, fenomena investasi bodong di Indonesia memang menjadi keprihatinan tengah tantangan ekonomi global yang diproyeksikan akan melambat pada 2025/“Sebagai praktisi keuangan, saya melihat fenomena ini kombinasi dari beberapa faktor: rendahnya literasi keuangan, tekanan ekonomi, dan evolusi teknologi,” ujar Rini. Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, turut memandang investasi bodong berdampak signifikan terhadap perekonomian kita di tengah tantangan proyeksi kondisi ekonomi global tahun depan. Media menilai, ekonomi global pada 2025 akan tumbuh dengan laju moderat di tengah ketidakpastian yang berlanjut. Namun, kata dia, secara umum, pemulihan ekonomi melambat. Terutama akibat inflasi yang tinggi, kebijakan suku bunga ketat, dan ketegangan geopolitik yang terus terjada di wilayah Timur Tengah.“Dampaknya signifikan, kehilangan tabungan atau investasi [bakal] memengaruhi daya beli masyarakat sehingga partisipasi masyarakat dalam sektor keuangan formal menurun,” kata dia kepada reporter Tirto, Rabu kemarin.Diberitakan sebelumnya, OJK menilai pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2024 akan mengalami penurunan, terutama di sebagian besar negara perekonomian utama global. Hal ini diduga karena sejumlah dinamika geopolitik dunia, salah satunya terkait hasil Pilpres Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan oleh Donald Trump. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, beberapa waktu lalu.Selain keterpilihan Trump, isu geopolitik lain juga menjadi atensi seperti pelemahan ekonomi Cina dan peningkatan proteksionisme. Ditambah tensi dari geopolitik yang terus memanas sebab perang Ukraina dan serangan Israel ke Palestina dan Lebanon.Di tengah tantangan ekonomi global, Media Wahyudi menilai, investasi bodong masih akan menjadi ancaman bagi perekonomian dalam negeri di tahun depan. Kelompok yang rentan seperti masyarakat berpendapatan rendah akan tetap menjadi sasaran utama para penipu.Dampaknya dapat memperlebar kesenjangan kondisi ekonomi Indonesia. Pada titik tertentu, kata Media, dampaknya semakin meluas terhadap agregat penurunan ekonomi dari rumah tangga nasional. Ini disebabkan oleh literasi keuangan di masyarakat yang belum optimal. “Modal yang hilang akibat penipuan ini seharusnya dapat dialokasikan ke investasi produktif, yang pada akhirnya turut memperlambat pertumbuhan ekonomi mikro dan makro,” ujar Media.