Hari Raya Lebaran kurang dari sepekan lagi. Namun menjelang hari yang kerap menjadi momentum untuk saling memaafkan, anggota dewan masih meributkan angka ambang batas presiden (presidential threshold) dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
PinterPolitik.com
Menanggapi alotnya pembahasan presidential threshold dalam RUU Pemilu yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa sikapnya positif terhadap penerapan presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional.
Usai bertemu dengan para ulama di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (17/6/2017) malam, pria yang akrab dipanggil Jokowi tersebut mengungkapkan bahwa angka presidential threshold tinggi bertujuan agar pembangunan politik tetap konsisten menuju penyederhanaan. Dengan menerapkan ambang batas secara konsisten, Jokowi yakin akan terjadi penyederhanaan.
“Politik negara ini akan semakin baik harus ada konsistensi, sehingga kita ingin kalau yang dulu sudah 20 (persen), masak kita mau kembali ke nol. Baik parpolnya, baik dalam pemilunya. Kita harus konsisten seperti itu dan sudah menugaskan Mendagri untuk mengawal itu,” ujar Jokowi.
Sejauh ini, dalam menentukan sikap terhadap presidential threshold, fraksi-fraksi di DPR terbelah tiga pendapat. Fraksi PDIP, Nasdem, dan Golkar menyetujui presidential threshold berada di angka 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. Sedangkan Gerindra, Hanura, PKS, PKB, PAN, dan PPP menginginkam besaran presidential threshold yang lebih rendah, yakni di 10 sampai 15 persen. Sedangkan fraksi lainnya sepakat untuk menetapkan presidential threshold sebesar nol persen.
Terkait kemungkinan pemerintah menarik diri dalam pembahasan RUU Pemilu itu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah belum bersikap. Demikian pula, jika tidak ada titik temu di DPR, Jokowi masih belum tahu apakah pemerintah akan menerbitkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau tidak. Presiden Jokowi mengatakan, bahwa saat ini RUU tersebut masih dalam pembahasan.
“Kamu jangan manas-manasi,” ujar Jokowi, “Kita ini sudah mengajak bicara fraksi-fraksi yang ada disana untuk bersama-sama. Jangan hanya kepentingan hari ini atau kepentingan pemilu ini atau jangan kepentingan pilpres ini. Tapi harusnya visi ke depan kita, politik negara harus seperti apa. Kita harus menyiapkan itu.”
Upaya Calon Tunggal di Pilpres 2019?
Di tempat terpisah, Pengamat politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan bahwa usulan presidential threshold 20-25 persen hanya akan memunculkan calon tunggal di Pilpres 2019 dan itu bisa berakibat deadlock.“Kita mengimbau pemerintah kembali ke jalan yang benar untuk meniadakan ambang batas pencalonan presiden. Kalau gunakan ambang batas, gunakanlah basisnya partai Pemilu. Itu tidak menciderai sistem presidensial,” kata Syamsuddin, Minggu (18/6), seperti dilansir dari Rakyat Merdeka.
Selain itu, seperti diketahui, di 2019 nanti, Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pilpres berlangsung serentak satu hari. Angka presidential threshold rencananya ditentukan melalui jumlah suara yang diperoleh di Pemilu 2014. Kebijakan ini dianggap akan mengerdilkan partai-partai yang jumlah suaranya tidak mencapai 5 persen, seolah di Pemilu mendatang suara mereka tetap. Selain itu, tingginya angka presidential threshold membuat resah partai-partai baru yang terbentuk pasca 2014, seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Idaman, Perindo, dan Partai Berkarya.
Sobat Pinter, tahukah kalian apa yang dimaksud penetapan “Presidential Threshold”? Yuk baca dan berikan pendapatmu.https://t.co/DKcMZ4u3Gn
— Pinter Politik (@pinterpolitik) June 12, 2017
Menanggapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menolak anggapan bahwa pemerintah ingin mengarahkan calon tunggal dalam Pilpres 2019. Menurut Tjahjo, berdasarkan pengalaman Pilpres 2009 dan 2014, yang presidential threshold ditetapkan sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional. justru tidak mengarahkan jalannya Pemilu pada calon tunggal.
“Ada yang menuding mengarah ke calon tunggal, enggak mungkin itu. Tapi 2009 ternyata muncul lima paslon (pasangan calon), dan 2014 juga ternyata ada dua paslon.” ujar Tjahjo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6).
Sejauh ini, pemerintah dan DPR telah menyelesaikan 562 pasal dalam revisi UU Pemilu. Dari lima isu penting, baru dua poin yang sudah selesai dibahas, yakni sistem pemilu yang telah disepakati terbuka dan parliamentary threshold yang juga disepakati 4 persen.
“Masa 562 pasal sudah selesai, tiga (presidential threshold, metode konversi suara, dan district magnitude) enggak bisa musyawarah. Kalau enggak bisa, ya dibawa ke paripurna. Kalau deadlock, ada opsi (dari) pemerintah. Yang penting per 1 Oktober paling lambat, tak mengganggu tahapan-tahapan pilpres, ujar Tjahjo.
Kemana presidential threshold berlabuh? Mari kita tunggu bersama.(H31)