Kejadian bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur membuat banyak pihak mendesak agar revisi UU Terorisme dipercepat. Hal serupa juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
PinterPolitik.com
M[dropcap size=big]M[/dropcap]asyarakat Indonesia dihebohkan dengan aksi bom bunuh diri yang dilakukan di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Bom bunuh diri yang terjadi pada Rabu (24/5) malam itu menyebabkan korban jiwa dan luka-luka sejumlah anggota Polri dan warga sipil. Pihak kepolisian pun melakukan penyelidikan atas kasus tersebut, Kapolri Jendral (Pol) Tito Karnavian memerintahkan anggotanya untuk mengusut jaringan teror tersebut.
Presiden Joko Widodo yang sedang berada di Solo pun langsung cepat tanggap setelah mendengar kabar aksi bom bunuh diri tersebut. Sekitar pukul 21.00 WIB, Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan ditemani Wapres Jusuf Kalla beserta Ibu Mufidah Kalla menjenguk korban tragedi bom Kampung Melayu di RS Polri, Jakarta Timur (25/5).
Presiden Jokowi saat menjenguk korban bom Terminal Kampung Melayu (Foto: istimewa)
“Kita sudah membesuk dan melihat langsung korban ledakan bom di Kampung Melayu. Dan betul-betul kita sangat menyayangkan hal ini. Kalau kita lihat tadi korbannya dari mahasiswa juga, sopir Kopaja ada, kemudian juga ada anggota Polri juga ada,” kata Jokowi di RS Polri.
Selepas menjenguk korban di RS Polri, rombongan kepresidenan tersebut langsung meninjau lokasi kejadian ditemani Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan, Pangdam Jaya, Mayjen TNI Jaswandi, Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Wakapolri Komjen Syafruddin. Presiden Jokowi beserta rombongan tiba di lokasi sekitar pukul 21.30 WIB.
Presiden Jokowi langsung memberikan keterangan pers usai meninjau lokasi aksi bom di Kampung Melayu. Dalam pernyataannya, Presiden Jokowi meminta RUU Terorisme segera diselesaikan. Menurut Presiden Jokowi, hal tersebut akan memudahkan aparat atau penegak hukum dalam bertindak dan lebih mampu melakukan upaya pencegahan sebelum kejadian itu terjadi karena memiliki sebuah landasan yang kuat.
“Kita ingin pemerintah segera menyelesaikan UU Antiterorisme, sehingga akan memudahkan aparat penegak hukum agar memiliki landasan yang kuat dalam bertindak dan lebih mampu melakukan upaya pencegahan sebelum kejadian itu terjadi. Ini yang paling penting,” ujar Presiden Jokowi di lokasi ledakan Terminal Kampung Melayu.
Presiden Jokowi menilai bahwa terorisme telah menjadi sebuah permasalahan global. Perbedaannya di luar negeri regulasi untuk mencegah aksi teror tersebut telah dibuat, sehingga memudahkan pihak yang berwenang di sana untuk segera menangani dengan cepat sebelum aksi teror terjadi. Ia pun langsung memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto untuk segera menyelesaikan RUU Antiterorisme ini.Revisi UU Antiterorisme dan Potensi Ancaman Hak Asasi
Menanggapi instruksi Presiden Jokowi untuk merevisi UU Antiterorisme tersebut, Menko Polhukam, Wiranto menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas) dengan menteri dan kepala lembaga terkait. UU yang direvisi adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ilustrasi penanganan teror (Foto: trito.id)
Pada Rakortas yang diadakan di Kementerian Koordinasi Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Jumat (26/5), terlihat beberapa pihak yang hadir, di antaranya adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi Budi Gunawan dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius. Hadir juga Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, dan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Laksda Didit Herdiawan.
Usulan revisi UU Antiterorisme sebenarnya sudah dilontarkan pada saat serangan teror di Sarinah, pada Januari tahun 2016 lalu oleh Luhut Binsar Panjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menko Polhukam. Saat itu, Luhut ingin keleluasaan untuk para aparat agar bisa melakukan pencegahan dini terhadap orang yang diduga pelaku terorisme.
Tindakan pencegahan yang dimaksud adalah penangkapan sementara terhadap terduga teroris untuk dimintai keterangan. Revisi tersebut dianggap penting karena ternyata aturan yang ada belum cukup bagi para penegak hukum untuk mencegah terjadinya teror.
Sebelumnya, pada tanggal 22-23 Maret 2017, rapat mengenai revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut sudah diselenggarakan oleh Panitia Khusus (Pansus) di DPR. Namun, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, pembahasan selama dua hari itu berlangsung cukup krusial dan alot.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono (Foto: istimewa)
Supriyadi juga menjabarkan sejumlah pasal yang dibahas oleh Pansus, yakni pasal 6, pasal 10A, pasal 12A dan pasal 12B. Dalam perubahan Pasal 6 RUU Terorisme, pemerintah mengusulkan rumusan baru yang memperbaiki rumusan lama.
Sedangkan Pasal 10A dan 12A dan B merupakan pasal-pasal tindak pidana baru. Pasal 10A mengkriminalkan perbuatan yang terkait dengan bahan peledak, senjata kimia dan lain-lain untuk tindak pidana terorisme.
Pasal 12A mengkriminalkan perbuatan mengadakan hubungan dengan setiap orang yang berada di dalam negeri dan/atau di luar negeri atau negara asing yang akan melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia atau di negara lain.Sementara, Pasal 12B mengkriminalkan perbuatan terkait menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme, atau merekrut, menampung, atau mengirim orang untuk mengikuti pelatihan.
Namun, usulan revisi UU Antiterorisme tersebut ternyata menimbulkan permasalahan dan kekhawatiran. Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), beberapa kali ditemukan ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia terkait penanganan aksi terorisme karena selama ini, perang melawan terorisme tidak memiliki akuntabilitas yang jelas.
Kontras mencontohkan adanya kasus salah tangkap yang dilakukan aparat yang berwenang kepada masyarakat yang diduga seorang teroris. Orang tersebut adalah Ayom Penggalih dan Nur Syawaludin. Ayom misalnya ditangkap saat akan hendak berangkat ke masjid untuk menunaikan salat Zuhur. Tiba-tiba, sepeda motor yang dikendarainya dipepet oleh beberapa mobil Innova.
Sementara Nur Syawaludin juga mengalami pengalaman serupa, yaitu saat Nur hendak menunaikan salat Zuhur, anggota Densus 88 menghadang, kemudian keluar dari mobil dan menodongkan pistol padanya. Ia dimasukkan ke mobil dengan kondisi tangan diborgol serta wajahnya ditutupi dengan kaos.
Ketua Islamic Study and Action Centre (ISAC), Muhammad Kurniawan yang menjadi kuasa hukum Ayom dan Nur Syawaludin menyebutkan bahwa penangkapan keduanya tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Terkait aksi salah tangkap tersebut, keduanya menuntut pihak kepolisian untuk merehabilitasi nama mereka yang telah dituduh dan diperlakukan sebagai teroris.
Untuk itu, revisi UU Terorisme yang masuk dalam prolegnas kelak semestinya disusun dengan seksama. Jangan sampai UU ini memberi celah bagi terjadinya pelanggaran HAM. Terkait kekhawatiran ini, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan perubahan dan perbaikan UU Terorisme tetap akan memperhatikan hak asasi manusia karena Indonesia negara demokrasi, jadi tidak sepantasnya warga Indonesia mengalami rezim yang otoriter, apalagi menjadi korban salah tangkap.
Respon Dunia Terkait Bom Kampung Melayu
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Kampung Melayu, Jakarta Timur tidak hanya menjadi kekhawatiran warga Indonesia, khususnya warga Jakarta, akan tetapi sudah menjadi kekhawatiran dunia.
Bahkan kejadian tersebut berdekatan jarak waktunya dengan bom yang terjadi di Manchester, Inggris yang menewaskan 22 orang dan aksi teror lainnya di Filipina yang menyebabkan setidaknya tujuh orang terluka akibat dua ledakan dari bom rakitan di stasiun pengisi bahan bakar umum (SPBU) di selatan Filipina, yang merupakan lokasi persembunyian pemberontak. Seluruhnya kejadian teror tersebut terjadi dalam waktu tiga hari berturut-turut.
Aksi solidaritas untuk korban bom Terminal Kampung Melayu (foto: istimewa)
Aksi teror bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia ternyata juga menghiasi laman sejumlah media Internasional. Tercatat ada beberapa berita Internasional yang memberitakan kejadian tersebut, misalnya BBC News yang menurunkan artikel berjudul Police Officers Die in Jakarta Suicide Bombing. CNN juga menurunkan berita dengan judul Suicide Bombings Kill 3 Officers at Jakarta Bus Station, Police Say. Berita yang serupa juga diturunkan oleh Asian Correspondent.
Police officer dies in Jakarta suicide bombing https://t.co/r7DSgJPZ0o
— BBC News (World) (@BBCWorld) May 24, 2017
Selain berita dari media Internasional, beberapa negara pun merespon dengan memberikan imbauan kepada warga negaranya masing-masing untuk mengantisipasi dan mengambil langkah demi keselamatan pribadi. Bahkan ada dua negara yang memberikan travel advice. Walaupun demikian, travel advice ini masih berada di bawah tingkatan travel warning karena hanya mengimbau warga negaranya agar berhati-hati, dan bukan menyarankan agar tak berkunjung ke Indonesia.
Negara-negara yang mengeluarkan travel advice tersebut antara lain:
Inggris
Inggris memberikan travel advice bagi warganya yang ingin melakukan perjalana ke luar negeri, khususnya ke Indonesia.
“FCO (Departemen Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris) mempertimbangkan bahwa ancaman terorisme tetap tinggi di Indonesia. Anda harus waspada, hati-hati setiap saat, dan ikuti saran dari pihak berwenang setempat,” demikian travel advice yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris dalam situs resminya.
Australia
Selain Inggris, Australia pun memberikan travel advice untuk warganya. Kemenlu Australia memperingatkan warga Negeri Kanguru di Indonesia tentang ancaman serangan teroris yang sedang berlangsung.
“Waspadalah terhadap lingkungan sekitar Anda. Kami menyarankan Anda untuk waspada tingkat tinggi di Indonesia, termasuk Bali,” sebut Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia.
Amerika Serikat
Kedutaan Besar dan Konsulat Amerika Serikat di Indonesia mengeluarkan imbauan keamanan kepada warga negaranya menyusul peristiwa bom Kampung Melayu.
“Seluruh pengunjung atau warga negara AS yang bermukim di Indonesia harus meninjau rencana keamanan pribadi, mengambil langkah yang tepat untuk meningkatkan keamanan pribadi, dan berhati-hati dalam pertemuan besar,” ujar Kedutaan Besar dan Konsulat Amerika Serikat dalam situs resminya.
Singapura
Serupa dengan AS, Kedutaan Besar Singapura di Jakarta mengeluarkan imbauan keamanan pasca-ledakan Kampung Melayu.
“Sejumlah media melaporkan telah terjadi ledakan yang menimbulkan korban di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Warga Singapura di Jakarta dihimbau untuk menghindari area tersebut, terus memantau media lokal untuk perkembangan terbaru, dan melakukan segala pencegahan yang dianggap perlu untuk keamanan masing-masing,” imbau Kedutaan Besar Singapura di Jakarta melalui media sosial Facebook.
Tentu pertanyaannya adalah sanggupkah Indonesia mempercepat revisi UU Antiteror agar pihak antiteror di Indonesia mampu dengan cepat mengantisipasi terjadi aksi teror yang kemungkinan akan terjadi lagi? Atau jangan-jangan tarik ulur akan terus terjadi? (A15)