JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Rendy NS Umboh menilai turunnya partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 salah satunya karena kandidat calon kepala daerah kurang diminati.
Menurut dia, kandidat kurang diminati kemungkinan karena berkapasitas rendah sebagai calon kepala daerah.
“Sehingga, barangkali pemilih bilang, tidak perlu ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), kandidatnya kita tidak kenal, kandidatnya kapasitasnya di bawah, itu soal kandidasi,” kata Rendy dalam diskusi publik bertajuk “Menakar Problem Pemilu dan Pilkada 2024” di Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2025).
Rendy kemudian menjabarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menunjukkan partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 di bawah 60 persen.
Baca juga: Heri-Sholihin Minta MK Diskualifikasi Tri Adhianto-Abdul Harris pada Pilkada Kota Bekasi
Padahal, menurut dia, pada Pilkada sebelumnya tingkat partisipasi pemilih di Jakarta di atas 70 persen.
“Tetapi, ada 115, daerah pilkada, 115 yang menurut data KPU, partisipasi pemilihnya, voter turnout-nya, di atas 80 persen,” ungkap Rendy.
Sementara itu, dia berpandangan bahwa partisipasi pemilih tinggi ketika kandidat yang ditawarkan berkualitas.
Rendy mengatakan, ketika kandidat sama kuat maka mereka akan mengkonsolidasi pemilih.
“Maka JPPR melihat, selain dari partisipasi pemilih tadi, pemilu kita memang, ada orang bilang, kritiknya adalah soal biaya mahal,” katanya.
Baca juga: DKPP Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Terkait Pilkada secara Maraton
Turut hadir dalam diskusi, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menambahkan soal pentingnya para kandidat mengangkat isu lokal yang menjadi sorotan pemilih ketika pilkada tidak dilakukan serentak.
Menurut dia, pemilih akan tertarik dengan kandidat yang lebih mencolok dalam hal isu lokal.
“Saya pernah punya pengalaman dua kali (pilkada) menikmati betul bagaimana kita mengangkat isu-isu yang harus jadi atensi pemilih, yang mempunyai diferensiasi dengan kandidat-kandidat lain,” ujar Bima Arya
“Dan di situlah kemudian para pemilih akan menentukan pilihannya berdasarkan keyakinan bahwa kandidat A akan lebih baik mengangkat isu-isu tertentu,” katanya lagi.
Baca juga: MK Registrasi 309 Perkara Sengketa Pilkada 2024, Berlanjut ke Pemeriksaan Pendahuluan
Sebaliknya, Bima Arya mengatakan, apabila Pilkada dilakukan serentak maka ada kemungkinan isu lokal kalah dengan isu nasional yang digaet kandidat daerah lain.
“Ketika serentak, ini kami memantau isu lokal ini dikalahkan oleh isu nasional, oleh tempat lain ada pilkada yang jauh lebih seksi, pilkada Jakarta tentu seksi,” ujar mantan Wali Kota Bogor ini.
Diberitakan sebelumnya, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 anjlok dibandingkan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI August Mellaz mengatakan, tingkat partisipasi Pilkada 2024 secara nasional tidak sampai 70 persen.
“Dari data-data yang tersedia memang di bawah 70 persen, tapi tentu kalau di-zoom in masing-masing provinsi dan kabupaten/kota beda-beda. Ada juga ya provinsi yang sudah 81 persen, ada yang 77 persen, ada yang memang 54 persen, itu masih ada,” kata August Mellaz dalam jumpa pers pada 29 November 2024.
Baca juga: Soal Turunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada Jakarta 2024, KPU Ajak Lembaga Riset dan Kampus Lakukan Kajian
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.