KRjogja.com, YOGYA – Meski menggunanan media sosial, namun kampanye lingkungan hidup harus tetap berpedoman pada kaidah jurnalisitik. “Harus pada fakta. Jangan hanya hoaks atau gossip saja” demikian dikatakan Dr Octo Lampito MPd, ketika berbicara di forum pendidikan kader lingkungan hidup, Minggu (1/12/24) di Kaliurang Yogyakarta. Acara digelar oleh Majelis Lingkungan Hidup Wilayah Muhammadiyah DIY. Menurut Pemred Kedaulatan Rakyat dan KRJogja.com tersebut, jurnalisme lingkungan berfungsi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu ekologis dan dampak perubahan iklim.
Meskipun demikian, sering wartawan sering terjebak dalam proses redaksional yang membatasi kebebasan mereka untuk mengekspresikan pandangan yang lebih kritis terhadap praktik-praktik merusak lingkungan. Pemred KR tersebut juga mengenalkan jurnalisme presisi, atau penggunaan data dalam penulisan lingkungan hidup. Data bisa dari peliputan, serta dari data pemerintah atau LSM, perguruan tinggi yang memang khusus menyoroti masalah lingkungan hidup.
Pemberitaan yang didukung oleh data ilmiah dan penelitian dapat memberikan legitimasi pada isu-isu lingkungan. Jurnalisme yang mengedepankan bukti empiris membantu menjelaskan kompleksitas masalah lingkungan kepada pembuat kebijakan, sehingga mereka lebih cenderung untuk merespons secara positif terhadap rekomendasi yang diajukan. Jurnalisme lingkungan seharusnya berperan sebagai advokat bagi kelompok-kelompok yang terdampak oleh kerusakan lingkungan. Ini mencakup penggalian informasi dari berbagai perspektif. Isu lingkungan tidak berdiri sendiri, biasanya terkait erat dengan aspek ekonomi, politik, dan sosial. Oleh karena itu, media perlu meliput masalah ini secara holistik untuk mendorong pemahaman yang lebih baik di kalangan publik. Nanti diharapkan bukan hanya masyarakat dan pemerintah bisa menentukan kebijakan. Dalam ceramah yang diikuti kader Muhammadiyah dari berbagai generasi tersebut, Octo Lampito mengakui jurnalisme lingkungan kurang mendapat perhatian di media massa. Karena itulah, ia mengakjak untuk kampanye lingkungan bisa memanfaatkan beberapa platform media, diantaranya adalah media sosial. Dengan cara-cara ini, jurnalisme lingkungan tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat mempengaruhi kebijakan publik demi keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia. Melalui teori agenda-setting, jurnalisme lingkungan dapat mengarahkan perhatian publik dan pembuat kebijakan pada isu-isu tertentu. Ketika media secara konsisten meliput masalah lingkungan, seperti kebakaran hutan atau deforestasi, hal ini dapat meningkatkan urgensi di mata publik dan mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan. Misalnya, kampanye media yang berfokus pada bahaya plastik di lautan dapat memicu pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pengurangan penggunaan plastik. (Ioc)