TEMPO.CO, Yogyakarta – Memasuki Desember, Yogyakarta menawarkan sejumlah agenda yang bisa didatangi para pelancong. Salah satunya pameran internasional kartu pos bertajuk “Hello There : Postcard Reconstruction” yang digelar di Galeri Fadjar Sidik, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia atau ISI Yogyakarta. Pameran berlangsung hingga 4 Desember 2024 mendatang.Terbuka gratis untuk umum, perhelatan ini memamerkan 200-an karya seni berbentuk kartu pos. Ratusan kartu pos ini dibuat oleh 184 seniman dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Hungaria, Afghanistan, Granada, Belanda, dan Jerman.Gambar Lucu dan SeramSejumlah kartu pos dengan gambar lucu, unik, hingga terkesan seram yang dipajang membuat para pengunjung terhibur. Misalnya saja, ada kartu pos bergambar mirip tenda Warung Pecel Lele Lamongan. Karya seniman Untonk berjudul Emoji Series : Lamongan itu memuat gambar empat satwa yang biasa jadi lauk Warung Pecel Lele khas Jawa Timur itu, yakni ayam, bebek, burung dan ikan.Kartu pos yang dipajang dalam pameran internasional Hello There di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta hingga 4 Desenber. Tempo/Pribadi WicaksonoSelanjutnya, ada sederet karya seni kartu pos dengan tema raja Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman. Karya itu ada yang dilukis secara digital, gambar ilustrasi, teknik banknote, juga gambar kolase. Salah satunya karya Lulus ‘Boli’ SW. Ia menggambar dengan teknik digital wajah masa muda Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam karya berjudul Dorodjatun. Nama Dorodjatun adalah nama kecil Sultan Hamengkubuwana IX yang juga Wakil Presiden Indonesia kedua yang menjabat pada tahun 1973–1978. Adapun seniman Richie Tjipto memamerkan karya kartu pos dengan nuansa gelap atau seram lewat karya bertajuk First Sight dan Last Sight. Dalam karya itu, ia membuat figur manusia dengan badan terbuka berupa separuh robot dengan tatapan kosong. Ia hanya menggunakan warna hitam dan merah untuk karyanya sehingga menambah suasana muram. Mengenalkan Kartu PosRektor ISI Yogyakarta, Irwandi, Minggu 1 Desember 2024, mengatakan bahwa pameran ini menjadi ruang sapa bagi banyak pihak, entah itu pengenalan media kartu pos bagi generasi muda yang belum mengenalnya, dan juga menjadi ruang silaturahmi bagi banyak pihak. Dia juga mengungkap, pameran karya kartu pos ini sebagai memori pengingat. Ketika saat ini era
media komunikasi berbasis digital dan jejaring internet, peran kartu pos harus diakui kian ditinggalkan oleh masyarakat. “Permasalahan waktu tempuh, muatan pesan yang bisa disampaikan dan juga tingkat kepraktisan, dapat dikatakan kartu pos kini telah kehilangan penggunanya,” kata dia.Walau ada beberapa pihak masih menggunakannya sebagai pemberi pesan, kata Irwandi, kini banyak yang lebih menggunakannya sebagai barang koleksi, suvenir, dan penanda identitas tertentu seperti tempat, ikon publik, perayaan publik, ikon populer dan lain sebagainya, sebuah memorabilia. “Jadi sebagai media komunikasi, kartu pos telah tergeser dan bahkan banyak generasi muda yang tidak tahu dan bahkan belum pernah melihat apa yang dinamakan dengan kartu pos ini,” ujarnya.Kartu Pos sebagai KoleksiMenteri Kebudayaan Fadli Zon yang turut menyambangi pameran itu mengatakan meskipun kartu pos kian tenggelam di tengah perkembangan teknologi digital, ia berharap tetap lahir edisi-edisi baru perangko atau kartu pos sebagai sebuah koleksi.Fadli Zon yang juga Ketua Umum Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) itu menyebut kartu pos saat ini berkembang dari pembuatan yang konvensional dengan mulai melibatkan seniman kenamaan juga diolah dengan teknologi digital.”Kartu pos sebagai koleksi material bisa dilihat, disentuh juga diraba berbeda dengan karya digital,” kata dia.