Warta Ekonomi, Jakarta –
Indonesia mencetak kemenangan penting dalam sengketa dagang kelapa sawit melawan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti Widya Putri, menanggapi kemenangan tersebut sebagai cikal bakal positif bagi perdagangan nasional. Salah satunya adalah menyumbang kontribusi bagi nilai perdagangan Indonesia yang diprediksi akan bertumbuh setelah kemenangan tersebut.
Baca Juga: Kelas Menengah Jadi Sasaran Prabowo untuk Tekan Kesenjangan Ekonomi di Indonesia
“Kami mengapresiasi itu. Mengenai ekspor dan permintaan, itu biasanya lintas negara termasuk dari Eropa. Kami berharap ini justru akan bisa berkontribusi terhadap nilai perdagangan kita secara keseluruhan, otomatis dengan jumlah ekspor kita yang semakin meningkat, ketergantungan kita kepada impor juga berkurang,” ujar Dyah Roro dalam keterangannya, dikutip Sabtu (18/1/2025).
Tak hanya itu, dia meyakini bahwa kemenangan Indonesia di WTO tersebut bakal berdampak positif bagi perekonomian negara. Pasalnya, keputusan WTO tersebut dinilai dapat menjadi stabilisator ekonomi nasional, terutama di tengah tantangan global seperti isu nikel yang sering menjadi sengketa. Dyah Roro juga menekankan pentingnya hilirisasi sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi dalam negeri.
Pihaknya mengaku menyambut baik kemenangan Indonesia tersebut. Hal ini dikarenakan Pemerintah Indonesia sudah berusaha keras dalam membuktikan tindak diskriminatif oleh Uni Eropa dalam sengketa dagang kelapa sawit di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO).
“Secara keseluruhan tentu kita apresiasi dengan kemenangan kita, ini menjadi sesuatu hal yang pendobrak juga,” ungkapnya.
Putusan Panel WTO, yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025, menyatakan bahwa UE telah melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit asal Indonesia. Panel menemukan bahwa UE memberikan perlakuan lebih menguntungkan kepada biofuel berbahan rapeseed, bunga matahari, dan kedelai dari negara lain.
Selain itu, Panel WTO juga mengungkap kekurangan dalam regulasi UE terkait Renewable Energy Directive (RED) II, termasuk penentuan risiko tinggi alih fungsi lahan (high ILUC-risk) pada kelapa sawit serta prosedur sertifikasi biofuel rendah risiko (low ILUC-risk). UE diwajibkan menyesuaikan kebijakan mereka yang dinilai melanggar aturan WTO.
Dalam keterangan yang sama, Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, mengapresiasi Putusan Panel WTO terkait sengketa dagang kelapa sawit tersebut.
“Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif,” kata Budi.
Baca Juga: UI Membuka Potensi Limbah Kelapa Sawit untuk Komposit Hijau
Keberhasilan Indonesia dalam membuktikan diskriminasi UE ini diharapkan menjadi momentum bagi industri kelapa sawit nasional untuk semakin berdaya saing di kancah internasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.