Jakarta, Gatra.com – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) dan Institut Leimena akan mengadakan Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) atau International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy pada 10-11 Juli 2024 di Jakarta. Konferensi Internasional LKLB akan menghadirkan sedikitnya 50 narasumber tingkat nasional dan internasional yang membahas tentang upaya penguatan kolaborasi multiagama di tengah berbagai tantangan dunia saat ini.
Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi, diagendakan hadir membuka acara secara resmi sekaligus menyampaikan sambutan kunci pada pembukaan acara, 10 Juli 2024. Tema Konferensi LKLB, yaitu “Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society” berfokus kepada pemahaman adanya kebutuhan yang semakin besar akan kolaborasi multiagama di mana orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan bisa saling belajar dan bekerja sama, dengan tetap mengakui dan menghormati perbedaan agama dan kepercayaan mereka, dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama.
Direktur Diplomasi Publik Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu RI, Ani Nigeriawati mengatakan, Pemerintah Indonesia melalui kebijakan luar negerinya berupaya memperkuat kolaborasi multiagama antara lain lewat Dialog Lintas Agama yang mengundang para pemangku kepentingan di dalam negeri maupun bekerja sama dengan negara-negara lain.
“Itulah sebabnya Kemlu dan Institut Leimena merasa penting menjadi tuan rumah bersama dalam Konferensi Internasional LKLB untuk pengembangan kolaborasi multiagama dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia, mencapai pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan yang muncul akibat krisis multifaset dan multidimensional baik secara regional maupun global,” kata Ani.
Ani menyatakan, Indonesia memiliki kekuatan soft power diplomacy, yakni nilai-nilai toleransi beragama yang mampu menciptakan hubungan harmonis antaragama dan sering menjadi referensi bagi negara mitra. “Kita seringkali dilihat banyak negara dalan konteks toleransi antar umat beragama. Kali ini kita melibatkan non state actor berupa civil society seperti Institut Leimena dan kami berkolaborasi mengusung tema “Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society”.
Senior Fellow Institut Leimena, Alwi Shihab menyatakan, topik terkait hubungan harmonis antar agama menjadi hal yang sangat dinantikan masyarakat dunia termasuk Indonesia. “Memang betul Indonesia dianggap masyarakat plural yang cukup baik interaksi umat beragamanya tetapi itu tidak berarti bahwa intoleransi di Indonesia sudah sirna. Intoleransi di Indonesia kadarnya tidak terlalu besar tetapi cukup mengkhawatirkan. Kita berharap hubungan komunitas antar agama di Indonesia semakin baik, tidak dinodai fanatisme dan radikalisme,” tutur Alwi.
Menurutnya, kompetensi yang ditekankan dalam Literasi Keagamaan Lintas Budaya terdiri dari tiga aspek. Yakni, kompetensi pribadi, kompetensi kolaborasi, dan kompetensi komparatif. Alwi berpandangan satu-satunya upaya membendung ekstrimisme beragama adalah dengan pendidikan. “Banyak mahasiswa yang ikut program Leimena Institute dua tahun setengah, yang dulunya punya attitude yang keras kini bisa berubah menjadi lebih baik,” ujar mantan Utusan Khusus RI untuk Timur Tengah tersebut.
Program Manager Institut Leimena, Daniel Adipranata menyatakan, sepanjang sejarah manusia, agama telah menjadi sumber prinsip moral dan etika yang menginspirasi dan memungkinkan banyak individu dan masyarakat menghadapi berbagai krisis. Namun, perbedaan agama rentan sebagai sumber konflik dan ketegangan, seperti dinyatakan Laporan UNESCO berjudul “Reimagining Our Futures Together” (2021) bahwa dunia tampak semakin terpecah dan terpolarisasi, sehingga upaya memikirkan kembali masa depan bersama membutuhkan pedagogi yang memupuk kerja sama dan solidaritas.
Daniel menyatakan, secara khusus, konferensi juga akan menyoroti peran penting pendidikan dalam pembangunan kolaborasi multiagama. “Konferensi ini melanjutkan keberhasilan pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia yang telah melatih lebih dari 8.500 guru dalam waktu kurang dari 2,5 tahun, dan melibatkan 25 lembaga pendidikan dan keagamaan,” ujar Daniel.
Selama dua hari, Konferensi Internasional LKLB akan menghadirkan sekitar 50 narasumber lintas negara yang mengisi 5 panel utama dengan format hybrid dan 10 sesi breakout. Konferensi akan dihadiri sekitar 200 peserta undangan mencakup pejabat pemerintah dari Kementerian/lembaga baik dalam dan luar negeri, sejumlah duta besar negara sahabat, akademisi, pemimpin masyarakat sipil, serta para alumni pelatihan LKLB yang terdiri dari guru madrasah dan sekolah.
Pelaksanaan Konferensi Internasional LKLB ini juga terselenggara atas kemitraan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, International Center for Law and Religion Studies di Brigham Young University Law School, dan Templeton Religion Trust.
70