INDONESIA akan menyongsong agenda besar dalam masa pemerintahan Prabowo Subianto ke depan.
Masih dalam ingatan, Presiden Republik Indonesia ke-8 (melalui pidato pelantikan, 1/11) dengan tegas dan tak gentar mengatakan bahwa Indonesia akan swasembada pangan dan energi serta hilirisasi semua komoditas yang dimiliki.
Peran para perpanjangan tangan Presiden (baca: menteri) sangat krusial dalam mendukung pencapaian agenda ini.
Komposisi keterwakilan menteri pada Kabinet Merah Putih menjadi sorotan. Dari 48 kementerian, tidak ada keterwakilan secara deskriptif/fisik untuk beberapa provinsi, sedangkan ada provinsi yang memiliki keterwakilan lebih dari satu orang.
Ide baik perlu dieksekusi dengan baik pula supaya bisa terwujud. Kita memiliki modal untuk bisa dan mampu mencapai itu.
Untuk merealisasikan ide tersebut, kita perlu realistis melihat tantangannya. Isu kemiskinan masih menjadi permasalahan besar di tengah guyuran investasi di Indonesia.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tinggi, yakni pada Maret 2024 ada sekitar 9,03 persen atau 25.220.000 jiwa (dari total sekitar 279.291.252 jiwa) (bps.go.id).
Digadang-gadang siap menjadi lumbung pangan nasional, tapi angka impor beras kita mencapai 3.062.857,6 ton pada 2023—jumlah terbesar selama lima tahun terakhir (bps.go.id).
Maluku Utara: ketimpangan dan potensi
Jika melihat data, umumnya ada ketimpangan antara Indonesia secara nasional dengan wilayah Timur, termasuk Maluku Utara.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2023 menunjukkan Indonesia berada pada angka 73,55, sedangkan Maluku Utara adalah 70,21.
Padahal, kontribusi Maluku Utara terhadap perekonomian nasional tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dilansir dari laman Kompas.id, berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), hingga 2022 total investasi yang masuk ke Maluku Utara mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 150 triliun. Mayoritas investasi masuk ke sektor pertambangan dan pengolahannya.
Tak hanya itu, potensi perikanan dan pertanian Maluku Utara belum tersentuh secara komprehensif sehingga pemanfaatannya belum optimal.
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur menetapkan wilayah perairan Maluku Utara masuk dalam tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yakni 715, 716, dan 717.
Mongabay.co.id (2023) merilis potensi WPP di tiga kategori tersebut mencapai angka fantastis 1.714.158 ton.