RADARBANGSA.COM – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Jazilul Fawaid meluncurkan Pusat Studi Tafsir Nusantara. Pendirian lembaga baru ini dimaksudkan untuk mengkaji tafsir-tafsir karya para ulama Nusantara, salah satunya Tafsir Marah Labid atau Tafsir Munir karya Syech Nawawi Al Bantani.
”Saya mendorong dari Fakultas Usuluddin UIN Jakarta, Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir, saya selaku anggota DPR RI dan koordinator Nusantara Mengaji untuk membuat kajian tafsir Alquran. Ini penting negara memberikan penghargaan kepada umat Islam, justru dengan mengkaji pikiran-pikirannya, bukan hanya membangun fisiknya,” tutur Gus Jazil usai peluncuran Pusat Studi Tafsir Nusantara yang dilakukan di sela acara Islamic Z Fest di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Dikatakan Gus Jazil, banyak buku tafsir karya ulama Nusantara terdahulu yang belum dipublikaiskan atau diajarkan. Dalam lembaga ini, Gus Jazil mengajak anak-anak muda yang memiliki ketertarikan di bidang kajian Alquran dan tafsir untuk bersama-sama melakukan kajian-kajian keislaman, terutama Alquran dan tafsir.
”Para mahasiswa, anak-anak muda yang tertarik silakan bergabung. Kita siapkan basecamp-nya di sekitar Kampus UIN Jakarta, nanti ada pembimbingnya. Apa sasarannya? Memasyarakatkan Alquran,” ungkapnya.
Ketua Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (IKAPTIQ) Jakarta ini menuturkan, jika spirit Alquran diterima dengan baik di Indonesia maka pembangunan akan berjalan lebih cepat dan tepat.
”Kata kuncinya membangun Indonesia dengan membangun spirit keislaman dan spirit Alquran yang kuat karena mayoritas umat di Indonesia adalah umat Islam,” katanya.
Gus Jazil mengatakan, saat ini, generasi muda umumnya tidak menjadikan ilmu tafsir sebagai pilihan yang menarik. Padahal, dalam Alquran disebutkan kunci untuk meraih kesuksesan adalah dengan membaca atau melakukan kajian.
”Di antara tafsir yang kita kaji adalah karyanya orang Indonesia, ulama Nusantara Syech Nawawi Al-Bantani yang sangat dikenal di daerah Hijaz, daerah Timur Tengah ketika itu. Jangan-jangan mahasiswa jurusan tafsir belum pernah mempelajarinya,” ungkapnya.