JOGJA—Hari Pahlawan yang jatuh 10 November lekat dengan kisah perjuangan para pejuang yang meraih dan menjaga kemerdekaan. Kisah mereka di palagan masih menjadi cerita menarik yang perlu disebarkuaskan. Di balik senyum keriputnya, tersimpan kisah heroik seorang prajurit yang pernah bertempur membela Tanah Air. Letnan Kolonel (Purn) Muhammad Mansur Sudarno. Namanya mungkin tak setenar pejuang lainnya, tetapi dedikasinya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) patut diapresiasi.
“Perang yang kami hadapi saat itu berbeda dengan yang biasa kami lalui. Lawan kami adalah pasukan Portugis,” ungkap Sudarno mengawali ceritanya. Sudarno kini berusia 79 tahun. Ia merupakan veteran perang Operasi Seroja Timor Timur pada 1975 silam. Di balik operasi tersebut, terdapat ribuan prajurit yang mengorbankan jiwa dan raga. Salah satunya adalah Sudarno, seorang veteran yang hingga kini masih menyimpan kenangan pahit manis tentang kegilaan perang. “Pasukan kami berangkat ke Timor Timur dengan menggunakan kapal niaga,” ujarnya. Ia menjelaskan pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur melalui berbagai jalur, baik udara maupun laut. “Kapal kami sempat ditembak saat hendak mendarat di Dili, sehingga kami terpaksa kembali ke tengah laut,” ujarnya.Berkat bantuan tembakan meriam Angkatan Laut, kapal niaga yang ditumpanginya berhasil mendarat di Timor Timur tepatnya di Ataputu, Atambua. Sudarno bersama pasukannya dengan cepat bergerak menuju pedalaman Timor Timur. “Perjalanan kami sangat melelahkan dan penuh risiko. Banyak rekan seperjuangan yang gugur dalam pertempuran,” ujarnya. Salah satu pengalaman paling mengesankan dalam hidupnya adalah saat ditugaskan mengawal Panglima Brigjen Sanif yang merupakan pimpinan di kesatuannya yakni kesatuan komando tempur 2. “Kami membangun pos komando di tengah hutan dengan peralatan seadanya. Tugas kami adalah mengamankan pergerakan Panglima,” ujar Sudarno.Usianya saat itu masih 30 tahun dengan pangkat kapten. Banyak kisah yang tak lagi diingatnya karena termakan usia. Satu yang pasti Sudarno menyebut semua kondisi dan keadaan perang di mana pun sama saja, hancur, berkecamuk dan ngeri. “Doa saya cuma satu, jangan pernah ikut perang lagi,” katanya. Setelah bertempur selama hampir empat bulan, Sudarno akhirnya ditarik kembali ke Jakarta. “Perang itu benar-benar mengerikan. Saya bersyukur bisa kembali dengan selamat,” ucapnya.BACA JUGA: Anak-Anak Harus Cukup Asupan Vitamin D untuk Menjaga Kesehatan TulangKarier Militer Sebelum terlibat dalam Operasi Seroja, Sudarno mengawali karier militernya di Kodam VII Diponegoro. Ia lulus saat seleksi pendidikan calon perwira tetapi kemudian malah ikut pendidikan di bintara. Setelah beberapa lama akhirnya ia dipindahkan untuk ikut pendidikan perwira di Bandung, Jawa Barat. “Setelah perang, saya melanjutkan pendidikan dan naik pangkat menjadi mayor. Saya pernah bertugas di Kostrad dan di Pemda DIY,” ungkap Sudarno. Setelah pensiun di usia 44 tahun, ia diminta untuk membantu KGPH Mangkubumi atau Sri Sultan HB X sekarang dalam membesarkan Partai Golkar di DIY. Beberapa kali Pemilu diikutinya di era Orde Baru yang mengantarkan dirinya menjadi anggota DPRD DIY selama 12 tahun. Sempat ditunjuk oleh rekan-rekannya untuk kembali menjabat di DPRD DIY, tetapi dirinya menolak lantaran masa pemerintahan saat itu dianggapnya sudah melenceng dari program otonomi daerah yang dicanangkan pusat. Sudarno juga menyoroti pentingnya melestarikan nilai-nilai perjuangan 45 kepada generasi muda. Ia prihatin melihat belum tercapainya cita-cita para pendiri bangsa, seperti terbebas dari korupsi dan masyarakat adil sejahtera dan makmur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. “Kami berharap generasi muda bisa mengingat kembali nilai-nilai seperti cinta Tanah Air, setia kawan, dan rela berkorban. Nilai-nilai ini sangat penting untuk membangun bangsa yang lebih baik,” ungkapnya.Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, Sudarno mengajak seluruh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menghargai jasa para pahlawan. Ia berharap agar semangat juang 45 dapat terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang. “Semoga generasi penerus bisa mengingat kembali nilai yang menjadi dasar kami berjuang, yaitu cinta Tanah Air, setia kawan, rela berkorban, dan mau bekerja sama dengan orang yang berbeda,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News