Kualitas Pendidikan Tidak Kunjung Maju, GSM Hadir Merevolusi Lewat Akar Rumput

Kualitas Pendidikan Tidak Kunjung Maju, GSM Hadir Merevolusi Lewat Akar Rumput

17 November 2024, 5:30

Krjogja.com – YOGYA – Kualitas pendidikan Indonesia tidak kunjung maju karena masyarakat dan pemerintahnya tidak dapat beranjak dari tirani pikiran lama atau dogma-dogma masa lalu tentang pembelajaran dan pendidikan. Program baru masih didekati dengan cara berpikir dan cara bertindak yang lama, sehingga hanya sekadar menghasilkan formalisme, administrasi, dan jargon baru.  “Jadi, meskipun kurikulum sudah berganti dua belas kali, akreditasi sekolah sudah mencapai 90% lebih, serta anggaran pendidikannya mencapai 600-an triliun, kualitas pendidikan kita masih stagnan,” terang Muhammad Nur Rizal, penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Sabtu (16/11/2024). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Muhammad Nur Rizal, di dua forum nasional, yakni di D’Futuro Futurist Summit 2024 yang diadakan oleh Pijar Foundation, serta di acara Seruni Talks on Stage (Sarasehan untuk Negeri) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, beberapa waktu lalu.
Menurut Rizal, GSM hadir untuk merevolusi pendidikan melalui pendekatan akar rumput. “Jadi, guru diajak sadar dan tidak perlu menunggu program dari atas. Mereka diajak menjadi guru yang berdaulat dan adaptif dengan menemukan mindset baru akan tujuan pendidikan,” ujarnya  Bagi Rizal, pendidikan jangan hanya untuk mengejar kepentingan ekonomi atau menjadi tenaga kerja di masa depan, tapi juga memenuhi kebutuhan personal dan sosial, yakni bagaimana manusia bisa memahami dunia di sekitarnya dan dunia di dalam dirinya sehingga dia akan terpenuhi baik ekonominya, intelektual, emosional dan sosialnya, serta dapat berperan aktif sebagai warga negara.

“Pengetahuan yang diperoleh siswa sebaiknya bersifat konstruktivis, yaitu dihasilkan dari pengalaman dan interaksinya dengan manusia lain dan sekitarnya, bukan karena ceramah atau hafalan. Suasana belajar seperti inilah yang akan memerdekakan siswa untuk menghasilkan pikiran-pikiran baru,” tegas Rizal. Rizal juga mengupas esensi untuk menghadapi ketimpangan akses dan kurikulum yang fluktuatif. Bagi Rizal, ketimpangan akses adalah akibat dari paradigma pendidikan yang berorientasi pada ‘human capital’ yang hanya menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja. Akibatnya, manusia dianggap sebagai obyek pendidikan, bukan subyek atau pelaku utama, akibatnya siswa-siswa di segala tingkatan pendidikan termasuk mahasiswa sering tidak menikmati proses belajarnya. Pendidikan inilah yang menjauhkan siswa/mahasiswa dari talenta, bakat atau passionnya. Dan jika hal ini terus berlanjut hingga di dunia kerja, mereka tidak akan produktif dan mencintai pekerjaannya. Rizal mengusulkan pendekatan Amartya Sen yakni capability approach di pendidikan kita, dimana setiap manusia harus merasa punya kesempatan dan pilihan bebas untuk menjadi dirinya, menjadi manusia yang berfungsi untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang dicita-citakan, dan memberikan nilai atau makna pada kehidupannya. (Dev)

Tokoh

Partai

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi