Kuasa Hukum WNA China Yu Hao: Hormati Putusan Soal Kasus Dugaan Tambang Emas Ilegal 774 Kg
                                    Rabu, 22/01/2025, 11:25 WIB

Kuasa Hukum WNA China Yu Hao: Hormati Putusan Soal Kasus Dugaan Tambang Emas Ilegal 774 Kg Rabu, 22/01/2025, 11:25 WIB

22 January 2025, 11:25

Warta Ekonomi, Bandung –
Tim Kuasa Hukum Yu Hao dan PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) menanggapi pemberitaan terkait putusan dari Pengadilan Tinggi Pontianak yang membebaskan Yu Hao dalam kasus dugaan tambang emas ilegal 774 kg. Mereka meminta semua pihak menghormati proses hukum dan menghindari penghakiman sepihak.

Tim hukum menegaskan mendukung penegakan hukum terhadap praktik tambang ilegal, tetapi menolak pelanggaran terhadap prosedur hukum. Mereka juga mengkritik “trial by the press” yang menciptakan opini negatif tanpa memahami fakta hukum dalam putusan pengadilan.
Baca Juga: PT Honay Ajkwa Lorentz Bersama PT Tambang Mineral Papua (TMP) Sukses Menyelenggarakan Groundbreaking Capex Site dan Upacara Adat Bakar Batu

“Berita yang beredar telah memberikan penghakiman instan tanpa membaca putusan pengadilan. Keadilan sering disalahartikan hanya dalam bentuk hukuman, bukan membebaskan pihak yang tidak bersalah,” ujar Tim Kuasa Hukum dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/1/2022)
Pengadilan Tinggi Pontianak menyatakan, putusan bebas (vrijspraak) terhadap Yu Hao didasarkan pada 21 fakta hukum, termasuk tidak adanya bukti kegiatan tambang atau bullion emas yang mendukung dakwaan. Yu Hao, yang bekerja secara resmi di PT SRM, tidak bertanggung jawab atas izin tambang karena hanya berstatus karyawan.
Putusan tersebut juga menegaskan, barang bukti yang ditemukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Minerba tidak terkait dengan Yu Hao. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan kasasi atas putusan ini pada 17 Januari 2025.
Tim hukum menjelaskan, perkara tersebut bermula dari laporan Direktur PT Bukit Belawan Tujuh, perusahaan yang memiliki WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) bersebelahan dengan PT SRM, pada April 2024. Laporan ditindaklanjuti dengan investigasi PPNS Ditjen Minerba.
Di samping itu, PT SRM juga telah melaporkan dugaan pencurian, penganiayaan, dan pengolahan emas ilegal oleh kelompok yang dipimpin Liu Xiaodong, WNA yang diduga memiliki hubungan dengan PT Bukit Belawan Tujuh. Laporan tersebut masih dalam proses hukum Bareskrim Polri.
Tim hukum menyebutkan, narasi kerugian negara dalam pemberitaan hanya estimasi cadangan tertambang yang bukan hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Mereka juga memastikan, Yu Hao tidak terlibat dalam dugaan penambangan atau pengolahan emas tanpa izin.
Meski Pengadilan Tinggi Pontianak telah memerintahkan penyerahan barang bukti, termasuk paspor Yu Hao, JPU belum menyerahkan dengan alasan belum ada putusan inkracht. Kini, Yu Hao kembali ditahan di ruang detensi Imigrasi Ketapang dengan rencana pemindahan ke Pontianak.
Tim hukum meminta Bareskrim Polri untuk mengungkap perkara tersebut secara terang benderang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mereka juga mengimbau agar semua pihak, termasuk media, menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
“Kasus ini harus diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, tanpa pengaruh opini publik yang tidak berdasar,” tutup mereka.
Sementara Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia, Muhammad Arif Setiawan, menilai putusan Pengadilan Tinggi Pontianak telah memenuhi kaidah hukum yang tepat. Salah satu alasan utama di balik putusan bebas tersebut adalah tidak terpenuhinya unsur “setiap orang” dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Majelis hakim banding menilai status terdakwa Yu Hao dalam kasus ini tidak jelas, apakah ia merupakan pegawai perusahaan Pu Er Rui, kontraktor dari PT Sutan Rafi Mandiri (SRM), atau karyawan PT SRM. Ketidakjelasan ini menyebabkan dakwaan menjadi kabur,” ujar Arif.
Dalam surat dakwaan, Yu Hao disebut sebagai pemilik perusahaan Pu Er Rui Hao Lao Wu You Xian Gong Si. Namun, fakta persidangan menunjukkan, Yu Hao adalah karyawan resmi PT SRM dengan jabatan Maintenance Reliability Specialist untuk operasi terowongan bawah tanah. Majelis hakim menilai, status sebagai karyawan PT SRM membawa konsekuensi hukum berbeda dibandingkan dengan status sebagai pemilik atau kontraktor perusahaan tambang.
Arif menjelaskan lebih lanjut, unsur pertama dalam dakwaan, yaitu “setiap orang,” tidak dapat terpenuhi, karena izin usaha pertambangan (IUP atau IUPK) hanya diberikan kepada badan usaha, bukan perseorangan. Dengan demikian, Yu Hao sebagai tenaga kerja asing asal Cina tidak memerlukan izin tambang, melainkan izin kerja dari instansi yang berwenang.
Terkait unsur kedua, yaitu “melakukan penambangan tanpa izin,” majelis hakim banding menyimpulkan, bukti-bukti yang diajukan jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan ada kegiatan penambangan ilegal. Bukti elektronik seperti video, foto, serta peralatan yang diduga digunakan untuk menambang atau memurnikan emas dinilai tidak cukup meyakinkan.
“Majelis hakim mengesampingkan bukti tersebut karena tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang dituduhkan benar-benar terjadi. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa putusan hakim telah memenuhi prinsip kehati-hatian,” jelas Arif.
Arif menambahkan, meskipun keberatan Yu Hao sebelumnya telah ditolak pada tingkat pertama, penasihat hukumnya mengajukan argumen yang meyakinkan di tingkat banding. Majelis hakim kemudian memutuskan, dakwaan jaksa tidak memenuhi syarat untuk dinyatakan sah dan membebaskan Yu Hao dari segala tuntutan.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa majelis hakim banding telah mempertimbangkan semua fakta hukum dan bukti secara cermat. Alasan yang diberikan juga memadai, sehingga putusan ini bisa dikatakan telah memenuhi motivering atau dasar hukum yang pantas,” pungkas Arif.
Diketahui, warga negara China bernama Yu Hao didakwa melakukan penambangan emas ilegal di konsesi PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) di Ketapang, Kalimantan Barat, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,02 triliun akibat hilangnya 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak.
Baca Juga: PKB Galak Lagi Kalau Urusan Tambang, Kini Tolak PT Cawe-Cawe

Pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar kepada Yu Hao. Namun, dalam proses banding, Pengadilan Tinggi Pontianak membatalkan putusan tersebut dan membebaskan Yu Hao, dengan alasan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.

Tokoh

Partai

Institusi

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Topik

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi