Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) tegas menyatakan pimpinan KPK dilarang bertemu dengan pihak yang berperkara. Ini bertujuan untuk menghindari potensi multitafsir.Pernyataan ini disampaikan MK saat membaca putusan perkara 158/PUU-XXII/2024. Perkara ini dimohonkan oleh mantan pimpinan KPK Alexander Marwata.”Untuk menghindari adanya potensi multitafsir, maka melalui putusan a quo penting untuk ditegaskan, bahwa dalam batas penalaran yang wajar, titik awal potensi terjadinya suatu perkara dugaan tindak pidana korupsi adalah saat adanya laporan/pengaduan masyarakat (dumas) yang telah disampaikan atau dilaporkan kepada pimpinan KPK,” kata kata hakim konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
–
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MK, pimpinan KPK tidak boleh bertemu pihak berpotensi perkara sejak aduan dugaan tindak pidana korupsi masuk ke KPK. Mulai titik itu pimpinan KPK tidak boleh berhubungan dengan pihak yang memiliki keterkaitan dengan perkara di KPK.”Ketika sebuah pengaduan masyarakat terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi sudah masuk ke KPK dan hal tersebut telah disampaikan dan/atau dilaporkan kepada pimpinan KPK, maka sejak itulah menjadi titik awal bagi pimpinan KPK untuk tidak boleh lagi melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan seseorang yang berpotensi menjadi tersangka, atau pihak lain yang ada hubungannya dengan perkara tindak pidana korupsi yang sudah diadukan/dilaporkan oleh masyarakat tersebut,” ujarnya.
Larangan ini juga, kata MK, tertuang dalam Pasal 36 huruf a UU KPK. Menurut MK, pasal ini bisa menjadi rujukan bagi para pimpinan KPK.Berikut bunyi pasalnya:Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.”Oleh karena itu, menurut Mahkamah, norma Pasal 36 huruf a UU KPK adalah norma yang penting dan fundamental untuk menjadi rujukan bagi para pimpinan KPK dan merupakan norma yang dapat menjadi instrument sistem peringatan dini (early warning system), bagi seluruh pimpinan KPK atas semua hal yang berpotensi mempengaruhi untuk melakukan penyimpangan yang terjadi dan menjaga agar supaya seluruh pimpinan KPK tetap berada di koridor pemberantasan tindak pidana korupsi,” tutur hakim Arief.Selanjutnya