TEMPO.CO, Jakarta – Seperti apa liburan di masa depan? Bayangkan pantai berada di pegunungan yang udaranya segar dan sejuk. Bayangkan juga bandara tidak ada antrean karena semua sudah menggunakan teknologi canggih, tanpa pemeriksaan keamanan yang merepotkan. Travel Counsellors, sebuah perusahaan perjalanan yang berbasis di Manchester dan futurolog Tom Cheesewright memperkirakan bahwa destinasi yang biasanya populer akan digantikan dengan destinasi yang lebih sejuk. Sensor multispektrum dan pemindaian biometrik, wajah, detak jantung, dan bahkan laju pernapasan dapat dianalisis saat bepergian.Meski semua menggunakan teknologi canggih, liburan pada tahun 2050-an akan menjauh dari teknologi untuk merangkul hubungan antarmanusia. Kunjungan hotel pada umumnya mungkin memerlukan tanda tangan tertulis alih-alih mengetuk layar saat check-in. Selain itu, tidak ada TV di kamar, hanya buku, beserta lilin untuk penerangan dan kunci asli alih-alih kartu kunci elektronik.Pesawat Supersonik dan Jet ListrikTren utama lainnya yang diungkapkan oleh Cheesewright termasuk pesawat supersonik dan jet listrik, liburan yang lebih panjang, dan perjalanan ke luar angkasa. Maskapai penerbangan supersonik menyediakan kecepatan dan kenyamanan bagi para pelancong jarak jauh. Dengan menggunakan bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan, perjalanan juga akan lebih ramah lingkungan dan lebih tenang.Untuk penerbangan jarak pendek, pesawatnya berupa jet listrik. Seiring dengan peningkatan teknologi baterai, kapasitasnya diperkirakan akan berlipat ganda setiap lima hingga tujuh tahun. Bandara baru yang kompak dapat dikembangkan di pusat kota.Liburan Lebih Panjang Cheesewright juga percaya bahwa liburan yang biasanya selama dua minggu akan digantikan oleh perjalanan selama enam minggu. Akan banyak pengalaman yang bermakna karena orang-orang memanfaatkan lebih banyak waktu luang mereka.“Kita akan menyesuaikan karier kita dengan keinginan kita untuk bepergian, bekerja di luar negeri, atau mengambil cuti panjang singkat untuk mendapatkan pengalaman baru,” demikian kata para pakar. Liburan panjang ini dimungkinkan karena banyak pekerjaan yang lebih kreatif menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. “Dan mereka (para pengusaha) akan menerima bahwa beberapa minggu istirahat adalah harga yang harus dibayar untuk mengisi ulang baterai mental staf mereka yang paling berharga.” Perjalanan ke Luar AngkasaSejak 1960-an, biaya untuk menempatkan sesuatu ke orbit telah menurun drastis, dari £100.000 atau Rp2 miliar per kilogram menjadi hanya £10 atau sekitar Rp200.000 per kilogram.”Tidak hanya akan lebih murah untuk menempatkan satelit dan struktur ke luar angkasa, tetapi juga akan lebih murah untuk membawa manusia.”Karena itu, wisata luar angkasa bisa menjadi ciri khas liburan di masa depan, yang tidak lagi eksklusif bagi para miliarder seperti Jeff Bezos. Cheesewright menyoroti kemajuan teknologi yang dapat mengurangi biaya perjalanan luar angkasa, sehingga pengalaman tanpa gravitasi dapat diakses oleh wisatawan biasa.Menurut Travel Weekly, ia mendorong agen perjalanan untuk mulai membahas wisata luar angkasa sebagai suatu kemungkinan, dengan mengatakan, “Pada tahun 2054, apakah wisata luar angkasa tidak hanya diperuntukkan bagi segelintir miliarder, tetapi juga bagi masyarakat umum? Mungkin,” kata dia, seperti dilansir Travel WeeklyBerbicara tentang temuan tersebut, Steve Byrne, CEO Travel Counsellors, mengatakan bahwa membayangkan masa depan perjalanan dan bagaimana kemajuannya dapat mengubah pengalaman kita.”Meskipun teknologi memainkan peran yang kuat dalam menciptakan cara-cara yang mulus dan canggih untuk menjelajahi dunia, keinginan orang untuk memanfaatkan waktu luang mereka sebaik-baiknya, bersama dengan kebutuhan akan hubungan manusia yang autentik, tetap sama pentingnya – baik dalam pengalaman liburan itu sendiri maupun dalam sentuhan pribadi yang diberikan oleh para profesional perjalanan.Liburan adalah kesempatan untuk menciptakan kenangan abadi, menjelajahi lokasi baru, dan melangkah keluar dari zona nyaman.